ID/Prabhupada 0618 - Guru Kerohanian Merasa Bahwa Dirinya Sangat Berbahagia Karena, "Anak Ini Sudah Menjadi Lebih Maju Dari Diriku."

Revision as of 03:25, 12 July 2019 by Vanibot (talk | contribs) (Vanibot #0023: VideoLocalizer - changed YouTube player to show hard-coded subtitles version)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)


Lecture on CC Adi-lila 7.91-2 -- Vrndavana, March 13, 1974

Ketika seorang murid menjadi sempurna di dalam kemajuan spiritual, maka guru kerohanian merasa sangat berbahagia, sehingga ia berkata, "Aku ini bukan apa-apa, tetapi anak ini, ia telah mengikuti petunjukku dan ia telah mencapai keberhasilan. Itulah keberhasilanku." Itulah cita-cita dari guru kerohanian. Seperti halnya seorang ayah. Inilah hubungannya. Seperti ..... Tidak seorangpun ingin melihat seseorang menjadi lebih maju daripada dirinya sendiri. Itu adalah hal yang alamiah. Matsarata. Jika seseorang menjadi maju di dalam hal apapun, maka aku lalu menjadi iri hati kepadanya. Namun guru kerohanian atau sang ayah, ia tidak menjadi iri hati. Ia justru merasa bahwa dirinya sangat berbahagia karena, "Anak ini sudah menjadi lebih maju dari diriku." Itulah kedudukan guru kerohanian.

Jadi, Kṛṣṇa, Caitanya Mahāprabhu menyatakan, Beliau (tidak jelas) bahwa, "Melalui ... Ketika Aku berjapa, menari dan menangis dalam kebahagiaan, maka guru kerohanianKu mengucapkan terimakasih kepadaKu dengan cara ini, bhāla haila, ini bagus sekali, bagus sekali." Pāile tumi parama-puruṣārtha, "Sekarang Engkau sudah mencapai keberhasilan tertinggi di dalam kehidupan." Tomāra premete, "Karena Engkau telah sangat maju, āmi hailāṅ kṛtārtha, maka aku merasa sangat berhutang budi." Itulah kedudukannya. Lalu ia memberikan semangat, nāca, gāo, bhakta-saṅge kara saṅkīrtana, "Sekarang teruskanlah ini. Engkau sudah mencapai begitu banyak keberhasilan. Sekarang, lanjutkanlah kembali." Nāca, "Menarilah." Gāo, "Menyanyi dan berjapalah," bhakta-saṅge, "di dalam masyarakat penyembah." Bukan untuk menjadikan hal itu sebagai suatu pekerjaan tetapi, bhakta-saṅge. Itulah tataran sebenarnya untuk mencapai keberhasilan di dalam kehidupan spiritual. Narottama dāsa Ṭhākura juga berkata bahwa,

tāñdera caraṇa-sevi-bhakta-sane vāsa
janame janame mora ei abhilāṣa

Narottama dāsa Ṭhākura berkata bahwa, "Dalam kelahiran demi kelahiran." Karena seorang penyembah, ia tidak bercita-cita untuk bisa pulang kembali ke rumah, kembali kepada Tuhan. Tidak. Di manapun, itu bukanlah masalah baginya. Ia hanya ingin memuliakan TuhanYang Maha Kuasa saja. Hanya itulah urusannya. Bukanlah urusan seorang bhakta, bahwa ia berjapa, menari dan melaksanakan pelayanan bhakti untuk pulang ke Vaikuṇṭha atau Goloka Vṛndāvana. Itu merupakan keinginan Kṛṣṇa, "Jika Beliau menghendaki, maka Beliau akan membawaku ke sana." Seperti halnya yang dikatakan oleh Bhaktivinoda Ṭhākura, icchā yadi tora. Janmāobi yadi more icchā yadi tora, bhakta-gṛhete janma ha-u pa mora. Seorang penyembah hanya berdoa .... Ia tidak meminta kepada Kṛṣṇa bahwa, "Mohon membawa hamba kembali ke Vaikuṇṭha atau Goloka Vṛndāvana." Tidak. "Jika Anda berpikir bahwa hamba harus menerima kelahiran kembali, itu tidak apa-apa. Tetapi, permohonan hamba hanyalah agar kiranya bermurah hati memberi hamba kelahiran di dalam rumah dari seorang penyembah. Itu saja. Sehingga hamba tidak menjadi lupa kepada Anda." Inilah yang merupakan satu-satunya doa dari seorang penyembah.