ID/BG Kata Pengantar

Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda




oḿ ajñāna-timirāndhasya
jñānāñjana-śalākayā
cakṣur unmīlitaḿ yena
tasmai śrī-gurave namaḥ
śrī-caitanya-mano-'bhīṣṭaḿ
sthāpitaḿ yena bhū-tale
svayaḿ rūpaḥ kadā mahyaḿ
dadāti sva-padāntikam

Hamba lahir di dalam kebodohan yang paling gelap, lalu guru kerohanian hamba membuka mata hamba dengan pelita pengetahuan. Hamba bersujud dengan hormat kepada beliau. Kapankah Śrīla Rūpa Gosvāmī Prabhupāda, yang telah mendirikan misi untuk memuaskan keinginan Śrī Caitanya di dunia ini, memberikan perlindungan kepada hamba di bawah kaki padmaNya?

vande 'haḿ śrī-guroḥ śrī-yuta-pada-kamalaḿ śrī-gurūn vaiṣṇavāḿś ca
śrī-rūpaḿ sāgrajātaḿ saha-gaṇa-raghunāthānvitaḿ taḿ sa-jīvam
sādvaitaḿ sāvadhūtaḿ parijana-sahitaḿ kṛṣṇa-caitanya-devaḿ
śrī-rādhā-kṛṣṇa-pādān saha-gaṇa-lalitā-śrī-viśākhānvitāḿś ca

Hamba bersujud dengan hormat pada kaki-padma guru kerohanian hamba dan kepada kaki semua Vaiṣṇava. Hamba bersujud dengan hormat kepada kaki-padma Śrīla Rūpa Gosvāmī beserta kakaknya yang bernama Sanātana Gosvāmī, Raghunātha Dāsa, Raghunātha Bhatta, Gopāla Bhatta dan Śrīla Jiva Gosvāmī. Hamba bersujud dengan hormat kepada Śrī Kṛṣṇa Caitanya dan Śrī Nityānanda beserta Advaita Ācārya, Gadādhara, Śrīvasa, dan semua rekan Beliau lainnya. Hamba bersujud dengan hormat kepada Śrīmati Rādhārāṇī dan Śrī Kṛṣṇa beserta rekan-rekan Mereka, yaitu Śrī Lalitā dan Viśākhā.

he kṛṣṇa karuṇā-sindho
dīna-bandho jagat-pate
gopeśa gopikā-kānta
rādhā-kānta namo 'stu te

O Śrī Kṛṣṇa yang hamba cintai, Andalah kawan bagi orang yang berduka-cita, Andalah sumber ciptaan. Andalah tuan bagi para gopī dan Andalah yang mencintai Rādhārāṇī. Hamba bersujud dengan hormat kepada Anda.

tapta-kāñcana-gaurāńgi
rādhe vṛndāvaneśvari
vṛṣabhānu-sute devi
praṇamāmi hari-priye

Hamba bersujud dengan hormat kepada Rādhārāṇī yang berwajah seperti emas cair. Rādhārāṇī adalah Ratu Vṛndāvana, puteri Mahārāja Vṛṣabhānu, dan Beliau sangat dicintai oleh Śrī Kṛṣṇa.

vāñchā-kalpatarubhyaś ca
kṛpā-sindhubhya eva ca
patitānāḿ pāvanebhyo
vaiṣṇavebhyo namo namaḥ

Hamba bersujud dengan hormat kepada semua penyembah Tuhan, para Vaiṣṇava. Mereka dapat memenuhi keinginan semua orang seperti halnya pohon yang dapat memenuhi segala keinginan, dan mereka selalu penuh dengan rasa kasih sayang terhadap roh-roh yang telah jatuh.

śrī-kṛṣṇa-caitanya
prabhu-nityānanda
śrī-advaita gadādhara
śrīvāsādi-gaura-bhakta-vṛnda

Hamba bersujud kepada Śrī Kṛṣṇa Caitanya, Prabhu Nityānanda, Śrī Advaita, Gadādhara, Śrīvasa dan semua rekan Beliau lainnya dalam garis perguruan bhakti.

hare kṛṣṇa hare kṛṣṇa
kṛṣṇa kṛṣṇa hare hare
hare rāma hare rāma
rāma rāma hare hare

Bhagavad-gītā juga bernama Gītopaniṣad. Bhagavad-gītā adalah hakekat segala pengetahuan Veda dan salah satu di antara Upaniṣad-upaniṣad yang paling penting dalam kesusasteraan Veda. Tentu saja ada banyak tafsiran Bhagavad-gītā dalam bahasa Inggris, dan mungkin ada orang yang bertanya mengapa dibutuhkan edisi lain lagi. Tentang edisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Baru-baru ini seorang wanita dari Amerika meminta nasihat saya untuk menentukan edisi mana di antara terjemahan-terjemahan Bhagavad-gītā dalam bahasa Inggris yang paling bagus untuk dipelajari. Memang di Amerika tersedia banyak edisi Bhagavad-gītā dalam bahasa Inggris. Tetapi sepengetahuan saya, bukan hanya di Amerika saja, juga ada banyak di India, tiada satu pun di antara edisi-edisi tersebut dapat dibenarkan sepenuhnya, sebab hampir di dalam setiap edisi Bhagavad-gītā itu penulisnya telah mengemukakan pendapatnya sendiri tanpa menyinggung jiwa Bhagavad-gītā menurut aslinya.

Jiwa Bhagavad-gītā disebutkan di dalam Bhagavad-gītā sendiri. Seperti contoh berikut: Kalau kita ingin minum sejenis obat, maka kita harus mengikuti petunjuk tertulis pada etiket obat itu. Kita tidak boleh meminum aobat itu menurut selera kita sendiri atau menurut petunjuk kawan. Obat tersebut harus diminum sesuai petunjuk tertulis pada etiketnya atau petunjuk yang diberikan dokter. Begitu juga, Bhagavad-gītā harus dirasakan atau diterima menurut petunjuk yang diberikan oleh Beliau yang menyabdakan Bhagavad-gītā. Yang bersabda di dalam Bhagavad-gītā adalah Śrī Kṛṣṇa. Śrī Kṛṣṇa disebut pada setiap halaman Bhagavad-gītā sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Bhagavan. Memang, kata bhagavan kadang-kadang menunjukkan orang perkasa atau dewa yang perkasa, dan tentu saja di sini bhagavan menunjukkan Śrī Kṛṣṇa sebagai Kepribadian Yang Mulia, tetapi pada waktu yang sama kita harus mengerti bahwa Śrī Kṛṣṇa adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana dibenarkan oleh semua ācārya (para guru kerohanian) yang mulia seperti Sankarācārya, Ramanujācārya, Madhvācārya, Nimbārka Swami, Śrī Caitanya Mahāprabhu dan banyak penguasa pengetahuan Veda lainnya. Śrī Kṛṣṇa sendiri juga membuktikan bahwa Beliau adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dalam Bhagavad-gītā, dan Beliau diakui demikian dalam Brahmā-saṁhitā dan semua Purāṇa, khususnya dalam Śrīmad-Bhāgavatam, yang terkenal dengan judul Bhagavata Purāṇa (kṛṣṇas tu bhagavān svayam). Karena itu, hendaknya kita menerima Bhagavad-gītā sesuai dengan petunjuk dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sendiri.

Dalam Bab Empat dari Bhagavad-gītā, Śrī Kṛṣṇa bersabda:

imaḿ vivasvate yogaḿ
proktavān aham avyayam
vivasvān manave prāha
manur ikṣvākave 'bravīt
[Bg. 4.1]
evaḿ paraṁparā-prāptam
imaḿ rājarṣayo viduḥ
sa kāleneha mahatā
yogo naṣṭaḥ parantapa
[Bg. 4.2]
sa evāyaḿ mayā te 'dya
yogaḥ proktaḥ purātanaḥ
bhakto 'si me sakhā ceti
rahasyaḿ hy etad uttamam
[Bg. 4.3]

Di sini Śrī Kṛṣṇa memberitahukan kepada Arjuna bahwa sistem yoga ini, yakni Bhagavad-gītā, disabdakan untuk pertama kalinya kepada dewa matahari, lalu dewa matahari menjelaskan sistem itu kepada Manu, dan Manu menjelaskan kepada Iksvaku. Dengan cara demikian, melalui garis perguruan, dari satu orang yang bersabda kepada orang lain yang mendengar, sistem yoga ini telah turun-temurun. Tetapi sesudah beberapa waktu Bhagavad-gītā hilang. Karena itu, Śrī Kṛṣṇa harus menyabdakan Bhagavad-gītā sekali lagi, kali ini kepada Arjuna di Medan Perang Kurukṣetra.

Kṛṣṇa memberitahukan kepada Arjuna bahwa Beliau menyampaikan rahasia yang paling utama ini kepada Arjuna karena Arjuna adalah penyembah dan kawanNya. Maksud pernyataan ini ialah bahwa Bhagavad-gītā adalah ajaran yang khusus dimaksudkan untuk penyembah Tuhan. Ada tiga golongan rohaniwan, yaitu jñānī, yogī dan bhakta, atau orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, orang yang bersemadi dan penyembah. Di sini Śrī Kṛṣṇa memberitahukan kepada Arjuna dengan jelas bahwa Kṛṣṇa memilih Arjuna untuk menerima paraṁparā (garis perguruan) baru untuk pertama kalinya karena garis perguruan lama telah putus. Karena itu, Kṛṣṇa ingin mendirikan paraṁparā lagi dengan garis pikiran yang sama seperti apa yang telah turun dari dewa matahari kepada yang lain-lain, dan Kṛṣṇa menginginkan agar ajaranNya disebarkan lagi oleh Arjuna. Kṛṣṇa ingin agar Arjuna menjadi sumber yang dapat dipercaya dalam mengerti Bhagavad-gītā. Jadi, kita melihat bahwa Bhagavad-gītā diajarkan kepada Arjuna pada khususnya karena Arjuna adalah seorang penyembah Tuhan, seorang murid Kṛṣṇa secara langsung dan juga kawan Kṛṣṇa yang akrab. Karena itu, orang yang mempunyai sifat-sifat seperti Arjuna adalah yang paling sanggup untuk mengerti Bhagavad-gītā. Itu berarti bahwa untuk mengerti Bhagavad-gītā, orang harus menjadi penyembah dalam hubungan langsung dengan Kṛṣṇa. Begitu seseorang menjadi penyembah Tuhan, dia juga mempunyai hubungan dengan Tuhan secara langsung. Itu merupakan mata pelajaran yang sangat rumit, tetapi secara singkat dapat dinyatakan bahwa seorang penyembah berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam salah satu di antara lima cara berikut:

1. Seseorang dapat menjadi penyembah dalam keadaan pasif;
2. Seseorang dapat menjadi penyembah dalam keadaan aktif;
3. Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai kawan/sahabat;
4. Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai ayah atau ibu;
5. Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai kekasih.

Arjuna mempunyai hubungan dengan Tuhan sebagai kawan. Tentu saja banyak sekali perbedaan antara persahabatan ini dengan persahabatan yang ditemukan di dunia ini. Persahabatan Arjuna dengan Kṛṣṇa adalah persahabatan rohani yang tidak dapat diperoleh semua orang. Tentu saja semua orang mempunyai hubungan khusus dengan Tuhan dan hubungan itu diwujudkan oleh kesempurnaan bhakti. Tetapi dalam status kehidupan kita sekarang, kita tidak hanya melupakan Tuhan Yang Maha Esa, tetapi kita juga lupa akan hubungan kita yang kekal dengan Tuhan. Setiap makhluk hidup, di antara bertrilyun-trilyun makhluk hidup, mempunyai hubungan khusus dengan Tuhan untuk selamanya. Itu disebut svarūpa. Dengan proses bhakti, seseorang dapat menghidupkan kembali svarūpa tersebut dan tingkat itu disebut svarūpa-siddhi—penyempurnaan kedudukan dasar kita. Jadi, Arjuna adalah seorang penyembah dan mempunyai hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam persahabatan.

Harus diperhatikan bagaimana cara Arjuna menerima Bhagavad-gītā. Cara Arjuna menerima Bhagavad-gītā diuraikan dalam Bab Sepuluh (10.12-14):

arjuna uvāca
paraḿ brahmā paraḿ dhāma
pavitraḿ paraṁaḿ bhavān
puruṣaḿ śāśvataḿ divyam
ādi-devam ajaḿ vibhum
āhus tvām ṛṣayaḥ sarve
devarṣir nāradas tathā
asito devalo vyāsaḥ
svayaḿ caiva bravīṣi me
sarvam etad ṛtaḿ manye
yan māḿ vadasi keśava
na hi te bhagavan vyaktiḿ
vidur devā na dānavāḥ

Arjuna berkata, “Anda adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, tempat tinggal tertinggi, Yang Mahasuci, Kebenaran Mutlak. Anda adalah Kepribadian Yang Mahaabadi, rohani dan asli, yang tidak dilahirkan dan Mahabesar. Semua resi yang mulia seperti Nārada, Asita, Devala dan Vyāsa membenarkan kenyataan ini tentang Anda dan sekarang Anda Sendiri yang menyatakan demikian kepada hamba. O Kṛṣṇa, hamba menerima sepenuhnya sebagai kebenaran segala sesuatu yang sudah Anda sampaikan kepada hamba. O Tuhan Yang Maha Esa, baik para dewa maupun para raksasa tidak dapat mengerti kepribadian Anda."

Setelah mendengar Bhagavad-gītā dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Arjuna mengakui Kṛṣṇa sebagai paraṁ brahmā, Brahmān Yang Paling Utama. Setiap makhluk hidup adalah Brahmān, tetapi Insan Yang Paling Utama, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah Brahmān Yang Paling Utama. Paraṁ dhama berarti bahwa Beliau adalah tempat perlindungan atau tempat tinggal yang paling utama untuk segala sesuatu; pavitram berarti bahwa Beliau adalah suci, tidak dicemari oleh pengaruh material; puruṣam berarti Beliau adalah Kepribadian Yang Paling Utama yang menikmati segala sesuatu; śāśvatam, asli; divyam, rohani; ādi-devam, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa; ajam, tidak dilahirkan dan vibhum, Yang Mahabesar.

Mungkin seseorang berpikir bahwa oleh karena Kṛṣṇa adalah kawan Arjuna, Arjuna menyampaikan segala hal tersebut kepada Beliau sebagai bujukan, tetapi untuk menghilangkan keragu-raguan seperti itu dari pikiran para pembaca Bhagavad-gītā, Arjuna menguatkan pujian itu dalam ayat berikutnya dengan mengatakan bahwa Kṛṣṇa tidak hanya diakui sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa oleh Arjuna sendiri, tetapi juga oleh sumber-sumber yang dapat dipercaya seperti resi-resi bernama Nārada, Asita, Devala dan Vyāsadeva. Inilah kepribadian-kepribadian mulia yang menyebarkan pengetahuan Veda sebagaimana pengetahuan itu diakui oleh semua ācārya. Karena itu, Arjuna menyampaikan kepada Kṛṣṇa bahwa dia mengakui segala sesuatu yang disabdakan oleh Kṛṣṇa sebagai sabda yang sempurna dan lengkap. Sarvam etad ṛtaṁ manye, "Hamba mengakui segala sesuatu yang telah Anda sabdakan sebagai kebenaran." Arjuna juga mengatakan bahwa Kepribadian Tuhan sangat sulit dipahami dan Beliau tidak dapat dikenal bahkan oleh para dewa yang mulia sekalipun. Ini berarti bahwa Tuhan tidak dapat dikenal bahkan oleh kepribadian-kepribadian yang lebih tinggi daripada manusia. Karena itu, mungkinkah manusia mengerti Śrī Kṛṣṇa tanpa menjadi penyembah Kṛṣṇa?

Karena itu, Bhagavad-gītā hendaknya diterima dengan jiwa bhakti. Sebaiknya orang tidak berpikir bahwa dirinya sejajar dengan Kṛṣṇa atau berpikir bahwa Kṛṣṇa adalah kepribadian biasa atau hanya kepribadian yang mulia sekali. Śrī Kṛṣṇa adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menurut pernyataan Bhagavad-gītā atau pernyataan Arjuna. Karena itu, orang yang sedang berusaha mengerti Bhagavad-gītā harus mengakui Śrī Kṛṣṇa sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sekurang-kurangnya secara teori. Dengan sikap yang tunduk hati seperti itu kita dapat mengerti Bhagavad-gītā. Kalau seseorang tidak membaca Bhagavad-gītā dengan sikap tunduk hati, maka sulit sekali dia mengerti Bhagavad-gītā, sebab Bhagavad-gītā adalah rahasia yang mulia.

Apa sebenarnya Bhagavad-gītā itu? Maksud Bhagavad-gītā ialah untuk menyelamatkan manusia dari kebodohan kehidupan material. Setiap orang mengalami kesulitan dalam banyak hal. Arjuna pun berada dalam kesulitan sehingga dia harus bertempur dalam Perang Kurukṣetra. Arjuna menyerahkan diri kepada Śrī Kṛṣṇa; karena itulah Bhagavad-gītā disabdakan. Bukan hanya Arjuna, tetapi kita semua penuh kecemasan karena kehidupan material ini. Kehidupan kita berada dalam suasana ketiadaan. Sebenarnya tidak dimaksudkan agar kita diancam ketiadaan. Eksistensi kita adalah kekal. Tetapi bagaimanapun juga, kita ditempatkan dalam asat. Asat menunjukkan sesuatu yang tidak ada.

Di antara begitu banyak manusia yang menderita, ada beberapa yang sungguh-sungguh bertanya mengenai kedudukan mereka, siapa diri mereka, mengapa mereka ditempatkan dalam kedudukan yang menyulitkan ini dan lain sebagainya. Kalau seseorang belum disadarkan hingga ia bertanya tentang penderitaan yang dialaminya dan belum menginsafi bahwa yang diinginkannya bukan penderitaan tetapi penyelesaian segala penderitaan itu, maka dia belum dianggap manusia yang sempurna. Kehidupan manusia dimulai apabila sesudah pertanyaan seperti itu timbul di dalam pikiran seseorang. Dalam Brahmā-sūtra pertanyaan seperti itu disebut brahmā jijñāsā. Athāto brahmā jijñāsā. Setiap kegiatan manusia dianggap gagal kalau dia tidak bertanya tentang sifat Yang Mutlak. Karena itu, orang yang mulai bertanya mengapa mereka menderita atau darimana asal mereka dan ke manakah tujuan mereka sesudah meninggal, adalah murid-murid yang patut mengerti Bhagavad-gītā. Seorang murid yang tulus ikhlas hendaknya juga mempunyai rasa hormat yang teguh terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Arjuna adalah murid seperti itu.

Śrī Kṛṣṇa turun khususnya untuk menegakkan kembali tujuan hidup yang sebenarnya apabila manusia lupa akan tujuan itu. Walaupun demikian, di antara begitu banyak manusia yang menjadi sadar, mungkin ada satu yang benar-benar menghayati semangat pengertian tentang kedudukannya, dan untuk orang itulah Bhagavad-gītā disabdakan. Sebenarnya kita semua ditelan oleh harimau kebodohan, tetapi Tuhan Yang Maha Esa sangat murah hati terhadap makhluk hidup, khususnya terhadap manusia. Karena itulah Beliau bersabda dalam Bhagavad-gītā dengan mengangkat kawanNya yang bernama Arjuna sebagai muridNya.

Sebagai seorang rekan Śrī Kṛṣṇa, Arjuna berada di atas segala kebodohan, namun Arjuna ditempatkan dalam kebodohan di Medan Perang Kurukṣetra hanya untuk mengajukan pertanyaan kepada Śrī Kṛṣṇa mengenai masalah-masalah kehidupan supaya Kṛṣṇa dapat menjelaskan tentang hal-hal itu demi manfaat generasi manusia pada masa yang akan datang dan untuk memberikan garis-garis besar pola kehidupan. Dengan demikian manusia dapat bertindak sesuai dengan penjelasan itu dan menyempurnakan misi kehidupannya.

Mata pelajaran Bhagavad-gītā menyangkut pengertian tentang lima kenyataan pokok. Pertama-tama ilmu pengetahuan tentang Tuhan dijelaskan, kemudian kedudukan pokok makhluk hidup, atau para jiva. Ada īśvara yang berarti kepribadian yang mengendalikan dan ada para jiva yakni para makhluk hidup yang dikendalikan. Kalau makhluk hidup mengatakan bahwa dirinya tidak dikendalikan melainkan dirinya bebas, itu berarti bahwa dia tidak waras. Makhluk hidup dikendalikan dalam segala hal, sekurang-kurangnya dalam kehidupan yang terikat. Jadi, dalam Bhagavad-gītā mata pelajaran menyangkut īśvara atau Tuhan Yang Mahakuasa dan para jiva yaitu para makhluk hidup yang dikendalikan. Prakṛti (alam material), kala atau waktu (jangka waktu kehidupan seluruh alam semesta atau manifestasi alam material) dan karma (kegiatan) juga dibicarakan. Manifestasi alam semesta penuh dengan bermacam-macam kegiatan. Semua makhluk hidup sibuk dalam berbagai kegiatan. Dari Bhagavad-gītā kita harus mempelajari apa arti Tuhan Yang Maha Esa, para makhluk hidup, prakṛti, manifestasi alam semesta, bagaimana alam semesta dikendalikan oleh waktu dan bagaimana kegiatan makhluk hidup.

Di antara lima mata pelajaran pokok dalam Bhagavad-gītā dibuktikan bahwa Tuhan Yang Maha Esa atau Kṛṣṇa, Brahmān, Tuhan Yang Mahakuasa, atau Paramātmā—anda dapat menggunakan istilah menurut selera anda—adalah Yang Mahabesar. Para makhluk hidup mempunyai sifat seperti Tuhan Yang Mahakuasa. Misalnya, Tuhan harus mengendalikan kegiatan alam semesta material dan lain sebagainya sebagaimana akan dijelaskan dalam bab-bab terakhir dari Bhagavad-gītā. Alam material tidak bebas. Alam material bertindak di bawah perintah-perintah Tuhan Yang Maha Esa. Śrī Kṛṣṇa bersabda, mayādhyakṣeṇa prakṛtiḥ sūyate sa-carācaram, "Alam material ini bekerja di bawah pengendalianKu." Apabila kita melihat hal-hal yang ajaib terjadi dalam alam semesta, hendaknya kita mengetahui bahwa di belakang manifestasi alam semesta ada kepribadian yang mengendalikan alam semesta itu. Tidak mungkin sesuatu diwujudkan tanpa dikendalikan. Kalau kita tidak mempedulikan kepribadian yang mengendalikan, maka itu seperti sikap anak-anak. Misalnya, seorang anak barangkali berpikir bahwa mobil adalah sesuatu yang ajaib karena dapat lari tanpa ditarik oleh kuda atau hewan, tetapi orang yang waras mengetahui sifat dan susunan mesin mobil itu. Dia selalu mengetahui bahwa di belakang mesin itu ada manusia, seorang sopir. Begitu juga, Tuhan Yang Maha Esa adalah pengemudi dan segala sesuatu bekerja di bawah perintah Beliau. Para jīva atau para makhluk hidup sudah diakui oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai bagian dari DiriNya yang mempunyai sifat sama seperti Beliau, sebagaimana akan kita perhatikan dalam bab-bab berikutnya. Sebutir emas juga emas, setetes air laut juga asin. Begitu pula kita para makhluk hidup, sebagai bagian-bagian dari Tuhan Yang Mahakuasa, Īśvara atau Bhagavan, Śrī Kṛṣṇa, yang mempunyai sifat sama seperti Beliau, semua mempunyai sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa dalam jumlah yang kecil sekali. Ini karena kita īśvara-īśvara kecil, atau īśvara-īśvara yang takluk. Kita berusaha mengendalikan alam, seperti saat ini kita sedang berusaha mengendalikan antariksa atau planet-planet. Ada kecenderungan untuk mengendalikan karena kecenderungan itu ada dalam Diri Kṛṣṇa. Tetapi walaupun kita cenderung menguasai alam, hendaknya kita mengetahui bahwa kita bukan Yang Mahakuasa. Hal ini dijelaskan dalam Bhagavad-gītā.

Apa arti alam material? Hal ini juga dijelaskan dalam Bhagavad-gītā sebagai prakṛti atau alam yang rendah. Makhluk hidup dijelaskan sebagai prakṛti yang utama. Prakṛti selalu dikendalikan, baik prakṛti yang rendah maupun prakṛti utama. Prakṛti bersifat perempuan, dan ia selalu dikendalikan oleh Tuhan seperti halnya kegiatan seorang isteri dikendalikan oleh suaminya. Prakṛti selalu tunduk, dikuasai oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Para makhluk hidup dan alam kedua-duanya dikuasai dan dikendalikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Bhagavad-gītā, para makhluk hidup adalah bagian-bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan, namun mereka harus dianggap prakṛti. Hal ini disebut dengan jelas dalam Bab Tujuh, ayat kelima dari Bhagavad-gītā. Apareyam itas tv anyāṁ prakṛtiṁ viddhi me parām/ jīva-bhūtām, "Alam material ini adalah prakṛtiKu yang rendah, tetapi di luar alam material ini ada pula prakṛti yang lain—jīva-bhutam, yaitu makhluk hidup."

Alam material sendiri terdiri dari tiga sifat; sifat kebaikan, sifat nafsu dan sifat kebodohan. Di atas tiga sifat tersebut ada waktu yang kekal, dan kegiatan yang disebut karma yang terjadi karena gabungan sifat-sifat alam itu di bawah pengendalian dan pengawasan waktu yang kekal. Kegiatan tersebut dilakukan sejak masa lampau dan kita menderita atau menikmati hasil kegiatan kita. Andaikata saya seorang pengusaha yang bekerja dengan keras sekali dengan menggunakan kecerdasan hingga berhasil menyimpan banyak uang di bank. Pada waktu itu saya menikmati. Tetapi kemudian andaikata saya kehilangan segala kekayaan dalam perniagaan; pada waktu itu saya menderita. Begitu pula, di setiap bidang kehidupan kita menikmati hasil pekerjaan kita, atau kita menderita akibatnya. Ini disebut karma.

Īśvara (Tuhan Yang Maha Esa), jiva (makhluk hidup), prakṛti (alam), kala (waktu yang kekal) dan karma (kegiatan) semua dijelaskan dalam Bhagavad-gītā. Di antara kelima hal tersebut, Tuhan Yang Maha Esa, para makhluk hidup, alam material dan waktu adalah kekal. Kendatipun manifestasi prakṛti bersifat sementara, manifestasi prakṛti itu bukan sesuatu yang palsu. Ada beberapa filosof yang mengatakan bahwa manifestasi alam adalah palsu, tetapi menurut filsafat Bhagavad-gītā atau menurut filsafat para Vaiṣṇava, tidak demikian. Manifestasi dunia tidak dianggap palsu; melainkan manifestasi dunia ini diakui sebagai sesuatu yang nyata, sesuatu yang benar-benar ada, tetapi bersifat sementara. Manifestasi dunia diumpamakan sebagai awan yang bergerak di langit, atau tibanya musim hujan yang menyuburkan padi dan lain sebagainya. Begitu musim hujan selesai dan awan hilang, semua tanaman yang disuburkan oleh hujan itu mengering. Begitu juga, manifestasi alam ini terjadi dalam jangka waktu tertentu, tahan selama beberapa waktu dan kemudian lenyap. Demikianlah pekerjaan prakṛti. Tetapi peredaran ini berjalan untuk selamanya. Karena itu prakṛti adalah kekal; prakṛti bukan sesuatu yang palsu. Kṛṣṇa menyebutkan prakṛti ini sebagai "prakṛtiKu." Alam ini adalah tenaga terpisah dari Tuhan Yang Maha Esa, begitu juga para makhluk hidup adalah tenaga dari Tuhan Yang Maha Esa. Para makhluk hidup tidak terpisah dari Tuhan Yang Maha Esa, melainkan mereka mempunyai hubungan yang kekal dengan Beliau. Jadi Tuhan Yang Maha Esa, makhluk hidup, alam dan waktu semua mempunyai hubungan satu sama lain dan semuanya adalah kekal. Akan tetapi, pokok kelima, atau karma, tidak kekal. Barangkali hasil karma adalah akibat perbuatan dari masa lampau. Kita menderita atau menikmati hasil kegiatan kita sejak masa lampau, tetapi kita dapat mengubah hasil karma atau kegiatan kita dan perubahan ini bergantung pada penyempurnaan pengetahuan kita. Kita sibuk dalam berbagai kegiatan. Tentu saja kita tidak tahu jenis kegiatan mana yang harus kita lakukan supaya kita dibebaskan dari kegiatan dan reaksi-reaksi segala kegiatan tersebut, tetapi ini juga dijelaskan dalam Bhagavad-gītā.

Kedudukan Īśvara, Tuhan Yang Maha Esa, ialah kedudukan kesadaran tertinggi. Para jīva—atau para makhluk hidup—sebagai bagian-bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan, juga sadar. Makhluk hidup dan alam dijelaskan sebagai prakṛti, atau tenaga Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi salah satu di antara kedua prakṛti itu, yakni sang jīva, mempunyai kesadaran. Prakṛti yang lain tidak sadar. Itulah perbedaannya. Karena itu, jīva prakṛti disebut utama, sebab sang jīva memiliki kesadaran yang mirip dengan kesadaran Tuhan. Akan tetapi, Tuhan memiliki kesadaran yang paling utama, dan seharusnya orang jangan menganggap bahwa sang jīva atau makhluk hidup juga memiliki kesadaran yang paling utama. Makhluk hidup tidak dapat menyadari segala sesuatu pada tingkat mana pun dalam kesempurnaannya, dan teori bahwa makhluk hidup dapat menyadari segala sesuatu adalah teori yang menyesatkan. Walaupun makhluk hidup sadar, ia tidak sadar secara sempurna dan juga tidak sadar akan segala sesuatu.

Perbedaan antara jīva dan Īśvara akan dijelaskan dalam Bab Tiga Belas dari Bhagavad-gītā. Tuhan adalah kṣetra-jña, yang berarti sadar. Makhluk hidup juga sadar, tetapi makhluk hidup sadar akan badannya sendiri, sedangkan Tuhan sadar akan segala badan. Oleh karena Tuhan bersemayam dalam hati setiap makhluk hidup, Beliau sadar akan gerak-gerik batin para jīva masing-masing. Hendaknya kita jangan lupa akan kenyataan ini. Juga dijelaskan bahwa Paramātmā, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, bersemayam dalam hati setiap orang sebagai Īśvara, yaitu kepribadian yang mengendalikan dan bahwa Beliau memberikan petunjuk supaya makhluk hidup dapat bertindak sesuai dengan kehendaknya. Makhluk hidup lupa apa yang harus dilakukannya. Pertama-tama dia mengambil keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu, kemudian dia terikat dalam tindakan dan reaksi dari karmanya sendiri. Setelah meninggalkan salah satu jenis badan, dia masuk ke dalam jenis badan yang lain seperti halnya kita mengenakan dan membuka pakaian. Selama sang roh berpindah-pindah seperti itu, ia menderita akibat tindakan dan reaksi-reaksi kegiatannya dari dahulu. Kegiatan ini dapat diubah apabila makhluk hidup berada dalam sifat kebaikan, yaitu waras dan mengerti jenis kegiatan mana yang harus dilakukannya. Kalau makhluk hidup berbuat seperti itu, maka segala tindakan dan reaksi kegiatannya dari dahulu dapat diubah. Ini berarti karma tidak kekal. Karena itu, dinyatakan bahwa di antara lima unsur pokok (Īśvara, jīva, prakṛti, waktu dan karma) empat unsur adalah kekal, sedangkan karma tidak kekal.

Īśvara Yang Mahasadar mirip dengan makhluk hidup sebagai berikut: Kesadaran Tuhan dan kesadaran makhluk hidup kedua-duanya bersifat rohani. Tidak benar bahwa kesadaran dihasilkan oleh hubungan dengan alam. Anggapan itu adalah ide yang keliru. Teori bahwa kesadaran berkembang dalam keadaan tertentu dari gabungan unsur-unsur alam tidak diakui dalam Bhagavad-gītā. Barangkali kesadaran dicerminkan terbalik oleh penutup keadaan material, seperti halnya cahaya yang dicerminkan melalui kaca berwarna barangkali kelihatan berwarna, tetapi kesadaran Tuhan tidak dipengaruhi oleh hal-hal material. Śrī Kṛṣṇa bersabda: mayādhyakṣeṇa prakṛtiḥ. Apabila Kṛṣṇa turun ke alam semesta material, kesadaran Beliau tidak dipengaruhi oleh hal-hal material. Kalau Kṛṣṇa dipengaruhi seperti itu, maka tidak pantas Beliau bersabda mengenai hal-hal kerohanian seperti yang dibicarakanNya dalam Bhagavad-gītā. Seseorang tidak dapat mengatakan apa-apa tentang dunia rohani kalau ia belum bebas dari kesadaran yang dicemari oleh hal-hal material. Jadi, Tuhan tidak dicemari oleh hal-hal material. Akan tetapi, kesadaran kita saat ini memang dicemari secara material. Bhagavad-gītā mengajarkan bahwa kita harus menyucikan kesadaran ini yang dicemari secara material. Dalam kesadaran yang murni kegiatan kita akan digabungkan dengan kehendak Īśvara, dan itu akan membahagiakan diri kita. Tidak dimaksudkan agar kita menghentikan segala kegiatan. Melainkan kegiatan kita harus disucikan dan kegiatan yang sudah disucikan disebut bhakti. Kegiatan dalam bhakti tampaknya seperti kegiatan biasa, tetapi kegiatan bhakti tidak dicemari oleh hal-hal material. Orang bodoh barangkali melihat bahwa penyembah bertindak atau bekerja seperti manusia biasa, tetapi orang seperti itu yang kekurangan pengetahuan tidak mengetahui bahwa kegiatan penyembah atau kegiatan Tuhan tidak dicemari oleh kesadaran yang tidak suci maupun pengaruh alam. Akan tetapi, hendaknya kita mengetahui bahwa saat ini kesadaran kita tercemar.

Apabila kita dicemari oleh hal-hal material, maka dikatakan bahwa kita terikat. Kesadaran palsu diperlihatkan di bawah kesan seolah-olah diri saya adalah hasil dari alam. Ini disebut keakuan palsu. Orang yang selalu sibuk berpikir tentang paham-paham jasmani tidak dapat mengerti kedudukannya. Bhagavad-gītā disabdakan untuk membebaskan orang dari paham hidup yang bersifat jasmani, dan Arjuna menempatkan dirinya dalam kedudukan ini untuk menerima keterangan tersebut dari Tuhan. Orang harus dibebaskan dari paham hidup yang bersifat jasmani; itulah kegiatan yang harus dilakukan terlebih dahulu oleh seorang rohaniwan. Orang yang ingin bebas dan mencapai pembebasan terlebih dahulu harus belajar bahwa dirinya bukan badan jasmani. Mukti atau pembebasan berarti bebas dari kesadaran material. Dalam Śrīmad-Bhāgavatam definisi pembebasan juga diberikan: muktir hitvānyathā-rūpaṁ svarūpeṇa vyavasthitiḥ—mukti berarti seseorang dibebaskan dari kesadaran cemar dunia ini dan ia mantap dalam kesadaran yang murni. Segala ajaran Bhagavad-gītā dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran suci ini. Karena itu, kita menemukan di bagian akhir ajaran Bhagavad-gītā Kṛṣṇa bertanya kepada Arjuna apakah kesadaran Arjuna sudah disucikan. Kesadaran yang sudah disucikan berarti bertindak sesuai dengan ajaran Tuhan. Inilah seluruh inti dan hakekat kesadaran yang sudah disucikan. Kesadaran sudah ada karena diri kita adalah bagian dari Tuhan yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan, tetapi kita cenderung dipengaruhi oleh sifat-sifat yang rendah. Tetapi Tuhan Yang Maha Esa, sebagai Yang Mahakuasa, tidak pernah dipengaruhi oleh hal-hal seperti itu. Itulah perbedaan antara Tuhan Yang Maha Esa dan roh-roh kecil yang individual.

Apakah kesadaran itu? Kesadaran berarti "Saya ada." Kemudian siapa diri saya? Dalam kesadaran yang cemar, "Saya ada" berarti "Saya menguasai segala sesuatu yang saya lihat. Saya menikmati." Dunia ini berputar karena setiap makhluk berpikir bahwa dirinya adalah penguasa dan pencipta dunia ini. Kesadaran material mempunyai dua bagian, menurut ilmu jiwa. Yang pertama ialah bahwa saya yang menciptakan dan yang kedua ialah bahwa saya yang menikmati. Tetapi sebenarnya Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan dan menikmati, dan makhluk hidup sebagai bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan, bukan pencipta maupun yang menikmati, melainkan ia bekerja sama. Makhluk hidup diciptakan dan dinikmati. Misalnya, suku cadang dalam mesin bekerja sama dengan seluruh mesin itu; salah satu anggota badan bekerja sama dengan seluruh badan. Tangan, kaki, mata, paha dan lain sebagainya semua adalah anggota-anggota badan, tetapi bukan anggota badan itu yang menikmati. Perutlah yang menikmati. Kaki bergerak, tangan menyediakan makanan, gigi mengunyah dan semua anggota badan sibuk dalam memuaskan perut, sebab perut adalah unsur pokok yang memberikan gizi kepada seluruh susunan badan. Karena itu, segala sesuatu diberikan kepada perut. Orang menyuburkan sebatang pohon dengan menyiramkan air pada akarnya, dan memberikan gizi kepada badan dengan memberikan makanan kepada perut, sebab kalau badan ingin dipelihara dalam keadaan sehat, maka anggota-anggota badan harus bekerja sama untuk memberikan makanan kepada perut. Begitu juga, Tuhan Yang Maha Esa adalah Yang menikmati dan Pencipta, dan kita, sebagai makhluk hidup yang tunduk, dimaksudkan bekerja sama untuk memuaskan Beliau. Kerja sama seperti ini benar-benar akan membantu kita, seperti halnya makanan yang diterima oleh perut akan membantu semua anggota badan lainnya. Kalau jari tangan menganggap sebaiknya ia mengambil makanan sendiri dan tidak memberikan makanan kepada perut, maka jari itu akan frustrasi. Tokoh pusat dalam penciptaan dan kenikmatan ialah Tuhan Yang Maha Esa, dan para makhluk hidup bekerja sama. Para makhluk hidup menikmati dengan bekerja sama. Hubungan itu juga seperti hubungan antara majikan dan pelayan. Kalau majikan puas sepenuhnya, maka pelayannyapun akan berpuas hati. Begitu pula, Tuhan Yang Maha Esa sebaiknya dipuaskan, walaupun kecenderungan untuk menjadi pencipta dan kecenderungan untuk menikmati dunia ini juga ada dalam hati para makhluk hidup, karena kecenderungan-kecenderungan ini ada di dalam Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta yang berwujud ini.

Karena itu, dalam Bhagavad-gītā kita menemukan bahwa keseluruhan yang lengkap terdiri dari Tuhan Yang Maha Esa, para makhluk hidup yang dikendalikan, manifestasi alam semesta, waktu yang kekal dan karma atau kegiatan, semua hal tersebut dibahas di dalam teks ini. Semua hal tersebut merupakan keseluruhan yang lengkap, dan keseluruhan yang lengkap disebut Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama. Keseluruhan yang lengkap dan Kebenaran Mutlak yang lengkap adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang lengkap, Śrī Kṛṣṇa. Semua manifestasi disebabkan oleh berbagai tenaga Kṛṣṇa. Kṛṣṇa adalah keseluruhan yang lengkap.

Juga dijelaskan dalam Bhagavad-gītā bahwa Brahmān yang tidak berbentuk pribadi takluk kepada Kepribadian Yang Paling Utama (Brahmāṇo hi pratiṣṭhāham). Brahmān diuraikan dengan lebih jelas dalam Brahmā-sūtra sebagai sesuatu yang bersifat seperti sinar matahari. Brahmān yang tidak berbentuk pribadi adalah seperti sinar cemerlang Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Menginsafi Brahmān yang tidak berbentuk pribadi adalah keinsafan yang kurang lengkap terhadap keseluruhan yang mutlak. Begitu pula paham Paramātmā juga merupakan keinsafan yang kurang lengkap. Dalam Bhagavad-gītā Bab Lima Belas dinyatakan bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Puruṣottama, berada di atas Brahmān yang tidak berbentuk pribadi dan juga di atas keinsafan Paramātmā yang kurang lengkap. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa disebut sac-cid-ananda-vigraha. Pada awal Brahmā-saṁhitā dinyatakan: īśvaraḥ paramaḥ kṛṣṇaḥ sac-cid-ānanda-vigrahaḥ anādir ādir govindaḥ sarva-kāraṇa-kāraṇam. "Govinda, Kṛṣṇa, adalah sebab segala sebab. Kṛṣṇa adalah sebab pertama dan bentuk kekekalan, pengetahuan dan kebahagiaan." Keinsafan terhadap Brahmān yang tidak berbentuk pribadi adalah keinsafan terhadap aspek sat (kekekalan) Kṛṣṇa. Keinsafan Paramātmā adalah keinsafan terhadap aspek sat-cit (pengetahuan yang kekal) Kṛṣṇa. Tetapi keinsafan terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Kṛṣṇa adalah keinsafan terhadap segala aspek rohani yaitu sat, cit, dan ananda (kekekalan, pengetahuan dan kebahagiaan) dalam vigraha (bentuk) yang lengkap.

Orang yang kurang cerdas menganggap Kebenaran Yang Paling Utama tidak berbentuk pribadi, tetapi Beliau adalah kepribadian rohani, dan kenyataan ini dibenarkan dalam segala Kitab Veda. Nityo nityānāṁ cetanaś cetanānām. (Katha Upaniṣad 2.2.13). Kita semua adalah makhluk-makhluk pribadi dan kita memiliki identitas sendiri. Begitu juga Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama, pada hakekatnya, adalah kepribadian, dan keinsafan terhadap Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah keinsafan terhadap segala aspek rohani tersebut dalam bentuk Beliau yang lengkap. Keseluruhan yang lengkap bukan tanpa bentuk. Kalau Beliau tanpa bentuk atau kalau Beliau kurang dari sesuatu yang lain, maka Beliau bukan keseluruhan yang lengkap. Keseluruhan yang lengkap harus memiliki segala sesuatu, baik di dalam maupun di luar pengalaman kita. Kalau tidak demikian, maka keseluruhan itu tidak dapat disebut lengkap.

Keseluruhan lengkap, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai kekuatan yang sangat besar (parāsya śaktir vividhaiva śrūyate). Dalam Bhagavad-gītā juga dijelaskan bagaimana Kṛṣṇa bertindak dalam berbagai kekuatanNya. Kita ditempatkan di dunia yang dapat dilihat atau dunia material, dan dunia ini juga lengkap dengan sendirinya, karena menurut filsafat Sāṅkhya, dua puluh empat unsur yang merupakan manifestasi sementara alam semesta material ini diatur sepenuhnya untuk menghasilkan bahan-bahan yang lengkap yang dibutuhkan untuk memelihara dan menghidupkan alam semesta ini. Di alam semesta ini tiada sesuatu yang berlebihan; dan alam semesta tidak kekurangan sesuatu. Manifestasi ini mempunyai jadwal sendiri yang ditetapkan oleh tenaga dari keseluruhan yang paling utama, dan apabila waktunya habis, maka manifestasi-manifestasi sementara ini akan dilebur sesuai dengan susunan yang lengkap dari yang lengkap. Ada fasilitas yang lengkap untuk kesatuan-kesatuan lengkap yang kecil, yakni para makhluk hidup, untuk menginsafi yang lengkap, dan segala hal yang kurang lengkap dialami karena pengetahuan yang kurang lengkap tentang yang lengkap. Jadi, Bhagavad-gītā berisi pengetahuan yang lengkap tentang hikmah Veda.

Segala pengetahuan Veda tidak mungkin gagal, dan para pengikut Veda mengakui pengetahuan Veda sebagai pengetahuan yang lengkap dan tidak mungkin gagal. Misalnya, kotoran sapi adalah kotoran hewan, dan menurut smrti atau ajaran Veda, kalau seseorang menyentuh kotoran hewan dia harus mandi untuk menyucikan diri. Tetapi dalam Kitab-kitab Veda kotoran sapi disebut sebagai bahan untuk menyucikan sesuatu. Mungkin seseorang menganggap hal ini janggal, tetapi kenyataan ini diakui, sebab ini ajaran Veda. Kalau seseorang mengakui kenyataan ini, dia tidak akan berbuat kesalahan; akhir-akhir ini sudah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern bahwa kotoran sapi mengandung segala sifat antiseptik. Pengetahuan Veda lengkap, sebab pengetahuan Veda mengatasi segala keragu-raguan dan kesalahan, dan Bhagavad-gītā adalah hakekat segala pengetahuan Veda.

Pengetahuan Veda bukan soal riset. Riset kita kurang sempurna karena kita melakukan riset dengan indria-indria yang kurang sempurna. Kita harus menerima pengetahuan sempurna yang menurun melalui garis perguruan paraṁparā sebagaimana dinyatakan dalam Bhagavad-gītā. Kita harus menerima pengetahuan dari sumber yang dibenarkan dalam garis perguruan, mulai dari guru kerohanian yang paling utama yaitu Tuhan Sendiri, kemudian diturunkan melalui garis perguruan rohani. Arjuna, seorang murid yang menerima pelajaran dari Śrī Kṛṣṇa, mengakui segala sesuatu yang disabdakan oleh Kṛṣṇa tanpa membantah. Orang tidak boleh hanya mengakui sebagian dari Bhagavad-gītā tetapi tidak mengakui bagian yang lain. Itu tidak diperbolehkan. Kita harus mengakui Bhagavad-gītā tanpa penafsiran, tanpa menghilangkan sesuatu dan tanpa campur tangan dalam hal apa pun sesuai dengan selera kita. Bhagavad-gītā harus diakui sebagai penyampaian pengetahuan Veda yang paling sempurna. Pengetahuan Veda diterima dari sumber-sumber rohani, dan sabda pertama adalah sabda dari Tuhan Sendiri. Sabda Tuhan disebut apauruṣeya, yang berarti bahwa sabda itu lain dari kata-kata orang biasa yang mempunyai empat kekurangan di dunia ini. Orang duniawi 1) Pasti berbuat kesalahan, 2) selalu berkhayal, 3) cenderung menipu orang lain dan 4) dibatasi oleh indria-indria yang kurang sempurna. Orang yang mempunyai empat kelemahan tersebut tidak dapat menyampaikan keterangan yang sempurna tentang pengetahuan yang berada di mana-mana.

Pengetahuan Veda tidak disampaikan oleh makhluk-makhluk hidup yang kurang sempurna seperti itu. Pengetahuan Veda diwahyukan kepada Brahmā, makhluk hidup pertama yang diciptakan dan kemudian Brahmā menyebarkan pengetahuan ini kepada anak-anak dan murid-muridnya, sesuai dengan apa yang telah diterimanya dari Tuhan Yang Maha Esa pada permulaan. Tuhan Yang Maha Esa adalah pūrṇam, Mahasempurna, dan tidak mungkin Beliau dipengaruhi oleh hukum-hukum alam. Karena itu, hendaknya orang cukup cerdas untuk mengetahui bahwa satu-satunya Tuhan Yang Maha Esa Sendiri yang memiliki segala sesuatu di alam semesta dan bahwa Beliau adalah pencipta pertama, yang menciptakan Brahmā. Dalam Bab Sebelas, Tuhan Yang Maha Esa disebut prapitāmaha. Ini karena Brahmā disebut pitāmaha, yang berarti kakek, sedangkan Kṛṣṇa adalah Pencipta kakek. Karena itu, hendaknya orang jangan menuntut hak milik atas sesuatu; sebaiknya orang hanya menerima benda-benda yang telah disediakan oleh Tuhan sebagai jatah untuk memelihara dirinya.

Banyak contoh dikemukakan mengenai bagaimana sebaiknya kita menggunakan benda-benda yang disediakan oleh Tuhan untuk kita. Hal ini juga dijelaskan dalam Bhagavad-gītā. Pada permulaan, Arjuna mengambil keputusan tidak bertempur dalam perang Kurukṣetra. Itu keputusan Arjuna sendiri. Arjuna memberitahukan kepada Kṛṣṇa bahwa tidak mungkin dia menikmati kerajaan setelah membunuh sanak keluarganya sendiri. Keputusan ini berdasarkan badan karena Arjuna berpikir bahwa badan adalah dirinya dan bahwa sanak keluarga atau perwujudan dari badannya adalah saudara-saudara, saudara misan, ipar, kakek dan lain sebagainya. Karena itu, Arjuna ingin memuaskan permintaan jasmaninya. Bhagavad-gītā disabdakan oleh Tuhan untuk mengubah pandangan ini sehingga akhirnya Arjuna mengambil keputusan bertempur di bawah perintah Beliau dengan berkata, kariṣye vacanaṁ tava. "Hamba akan bertindak sesuai dengan sabda Anda."

Di dunia ini manusia tidak dimaksudkan untuk bertengkar seperti anjing dan kucing. Manusia harus cerdas untuk menginsafi makna kehidupan manusia dan menolak bertindak seperti kebiasaan binatang. Hendaknya manusia menginsafi tujuan hidupnya, dan petunjuk ini diberikan dalam semua Kitab Veda, dan hakekatnya diberikan dalam Bhagavad-gītā. Kesusasteraan Veda dimaksudkan untuk manusia, bukan untuk binatang. Binatang boleh membunuh binatang yang lain, dan tiada soal dosa baginya, tetapi kalau seseorang manusia membunuh hewan untuk memuaskan nafsu lidahnya yang tak terkendalikan, maka dia harus bertanggung jawab karena melanggar hukum-hukum alam. Dalam Bhagavad-gītā diuraikan dengan jelas bahwa ada tiga jenis kegiatan menurut sifat-sifat alam yaitu; kegiatan kebaikan (sattvaṁ) kegiatan nafsu (rajas) dan kegiatan kebodohan (tamaś). Begitu juga, ada tiga jenis makanan; makanan dalam kebaikan, nafsu dan kebodohan. Segala hal tersebut diuraikan dengan jelas, dan kalau kita menggunakan ajaran Bhagavad-gītā sebagaimana mestinya, maka seluruh hidup kita akan disucikan dan akhirnya kita dapat mencapai tujuan di luar angkasa dunia ini (yad gatvā na nivartante tad dhāma paramaṁ mama). Tujuan itu disebut angkasa sanātana atau angkasa rohani yang kekal. Di dunia ini kita melihat segala sesuatu bersifat sementara. Di dunia ini segala sesuatu berwujud, tahan selama beberapa waktu, berkembang biak, mengalami kemerosotan dan kemudian lenyap. Demikianlah hukum dunia ini, dan kita dapat menggunakan badan ini, buah, ataupun benda yang lain di dunia ini sebagai contoh. Tetapi di luar dunia fana ini ada dunia lain dan kita belum mempunyai keterangan mengenai dunia itu. Dunia itu terdiri dari alam lain yang bersifat sanātana atau kekal. Jīva juga disebut sanātana atau kekal, dan Tuhan juga disebut sanātana dalam Bab Sebelas. Kita mempunyai hubungan dekat dengan Tuhan. Oleh karena kita semua mempunyai persamaan sifat—yaitu sanātana-dhama atau angkasa, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang sanātana, dan para makhluk hidup yang juga sanātana—seluruh maksud Bhagavad-gītā ialah untuk menghidupkan kewajiban sanātana kita, atau sanātana-dharma, yang merupakan kewajiban kekal bagi makhluk hidup. Untuk sementara waktu kita sibuk dalam berbagai kegiatan, tetapi segala kegiatan itu dapat disucikan apabila kita meninggalkan kegiatan ini yang bersifat sementara dan mulai melakukan kegiatan yang ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Itulah yang disebut kehidupan yang suci.

Tuhan Yang Maha Esa dan tempat tinggalNya yang rohani kedua-duanya bersifat sanātana. Para makhluk hidup juga sanātana seperti itu, dan hubungan bersama antara Tuhan Yang Maha Esa dan para makhluk hidup di tempat tinggal sanātana merupakan kesempurnaan kehidupan manusia. Tuhan sangat murah hati terhadap para makhluk hidup karena para makhluk hidup sama seperti anak-anakNya. Śrī Kṛṣṇa menyatakan dalam Bhagavad-gītā, sarva-yoniṣu. .. ahaṁ bīja-pradaḥ pitā. "Aku adalah ayah bagi semuanya." Tentu saja ada segala jenis makhluk hidup menurut karmanya masing-masing, tetapi di sini Tuhan menyatakan bahwa DiriNya adalah ayah bagi semuanya. Karena itu Tuhan menurun untuk menyelamatkan semua roh yang terikat dan jatuh, untuk memanggil mereka pulang kembali ke angkasa sanātana yang kekal supaya para makhluk hidup yang sanātana itu dapat memperoleh kembali kedudukan sanātananya yang kekal dalam hubungan dengan Tuhan untuk selamanya. Tuhan Sendiri datang dalam berbagai penjelmaan, atau Beliau mengirim hamba-hambaNya yang dekat sebagai putera-putera atau rekan-rekanNya atau para ācārya untuk menyelamatkan roh-roh yang terikat.

Karena itu, sanātana-dharma tidak berarti sejenis proses keagamaan dari suatu sekte. Sanātana-dharma adalah fungsi kekal bagi para makhluk hidup yang kekal dalam hubungan dengan Tuhan Yang Mahakekal. Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, sanātana-dharma berarti kewajiban makhluk hidup yang kekal. Śrīpada Ramanujācārya menjelaskan kata sanātana sebagai "sesuatu yang tidak berawal ataupun berakhir." Karena itu, apabila kita membicarakan sanātana-dharma, maka berdasarkan kekuasaan Śrīpada Ramanujācārya, kita harus mengakui bahwa sanātana-dharma tidak berawal dan tidak akan berakhir.

Arti kata "agama" agak berbeda dari arti kata sanātana-dharma. Kata "agama" mengandung arti "keimanan," dan keimanan dapat berubah. Barangkali seseorang percaya kepada proses tertentu, dan mungkin dia mengubah kepercayaannya dan mulai menganut kepercayaan yang lain, tetapi sanātana-dharma berarti kegiatan yang tidak dapat diubah. Misalnya, sifat cair tidak dapat dihilangkan dari air, dan sifat panas tidak dapat dihilangkan dari api. Begitu juga, fungsi kekal makhluk hidup tidak dapat dihilangkan dari makhluk hidup. Sanātana-dharma adalah bagian pokok dari makhluk hidup untuk selamanya. Karena itu, apabila kita membicarakan sanātana-dharma, berdasarkan kekuasaan Śrīpada Ramanujācārya, kita harus mengakui bahwa sanātana-dharma itu tidak berawal dan tidak akan pernah berakhir. Sesuatu yang tidak dimulai dan tidak pernah berakhir tentu saja bukan suatu sekte, sebab sesuatu yang kekal tidak dapat dibatasi. Para anggota suatu sekte keliru bila menganggap seolah-olah sanātana-dharma juga merupakan suatu sekte, tetapi kalau kita mempelajari hal ini secara mendalam berdasarkan keterangan ilmu pengetahuan modern, kita dapat melihat bahwa sanātana-dharma adalah kewajiban semua orang di dunia—bahkan bagi semua makhluk hidup di alam semesta.

Keimanan agama yang bukan sanātana mungkin ada awalnya di dalam kazanah sejarah manusia, tetapi sejarah sanātana-dharma tidak berawal, sebab sanātana-dharma itu tetap bersama para makhluk hidup untuk selamanya. Sastra-sastra yang dapat dipercaya menyatakan bahwa makhluk hidup tidak dilahirkan dan tidak mati. Dalam Bhagavad-gītā dinyatakan bahwa makhluk hidup tidak pernah dilahirkan dan tidak pernah mati. Makhluk hidup adalah kekal dan tidak dapat dimusnahkan. Ia hidup terus setelah badan jasmani yang bersifat sementara dihancurkan. Sehubungan dengan paham sanātana-dharma, kita harus berusaha mengerti konsep dharma dari akar katanya dalam bahasa Sansekerta. Dharma berarti sesuatu yang selalu ada bersama obyek tertentu. Kita menarik kesimpulan bahwa panas dan cahaya selalu ada bersama api; tanpa panas dan cahaya, kata api tidak ada artinya. Begitu pula, kita harus menemukan hakekat makhluk hidup, salah satu bagian yang senantiasa mengiringinya. Yang senantiasa mengiringi makhluk hidup ialah sifatnya yang kekal, dan sifat yang kekal itu ialah dharmanya yang kekal.

Pada waktu Sanātana Gosvāmī bertanya kepada Śrī Caitanya Mahāprabhu mengenai svarūpa setiap makhluk hidup, Śrī Caitanya Mahāprabhu menjawab bahwa svarūpa atau kedudukan pokok makhluk hidup ialah pengabdian kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Kalau kita menganalisis pernyataan Śrī Caitanya tersebut di atas, dengan mudah kita dapat melihat bahwa setiap makhluk hidup senantiasa sibuk dalam pengabdian kepada makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup mengabdikan diri kepada makhluk hidup yang lain dengan berbagai cara. Melalui pengabdian tersebut, makhluk hidup menikmati kehidupan. Hewan-hewan yang lebih rendah mengabdi kepada manusia seperti pembantu mengabdi kepada majikan. Si A melayani si B, si B melayani si C, si C melayani si D dan seterusnya. Dalam keadaan seperti ini, kita dapat melihat bahwa kawan melayani kawan, ibu melayani anaknya, isteri melayani suami, suami melayani isterinya dan seterusnya. Kalau kita terus mencari-cari seperti ini, kita akan melihat bahwa semua makhluk hidup dalam masyarakat melakukan kegiatan pengabdian tanpa perkecualian. Seorang tokoh politik mengemukakan manifestonya kepada khalayak ramai untuk meyakinkan mereka mengenai kesanggupannya untuk mengabdikan diri. Orang yang memilih memberikan kartu-kartu suara mereka yang sangat berharga kepada tokoh politik itu karena mereka menganggap dia akan mengabdi kepada masyarakat dengan cara yang sebaik-baiknya. Orang yang mempunyai toko melayani langganannya, dan tukang-tukang melayani majikannya. Majikan melayani keluarganya dan keluarga mengabdi kepada negara sesuai dengan kesanggupan kekal yang dimiliki oleh makhluk hidup yang kekal. Dengan demikian, kita mengerti bahwa tidak ada satu makhluk hidup pun yang luput dari pengabdian diri kepada makhluk hidup lainnya. Karena itu, kita dapat menarik kesimpulan yang meyakinkan bahwa pengabdian selalu mengiringi makhluk hidup dan bahwa pengabdian adalah dharma yang kekal bagi makhluk hidup.

Namun manusia mengatakan bahwa dirinya memeluk keimanan tertentu sehubungan dengan waktu dan keadaan tertentu. Manusia mengatakan bahwa dirinya memeluk agama ini, agama itu, atau sekte yang lain. Julukan seperti itu bukan sanātana-dharma. Ada kalanya pemeluk suatu agama pindah agama dan memeluk agama yang lain, atau pemeluk agama yang lain pindah agama dan memeluk agama yang lain lagi, dan sebagainya. Tetapi dalam segala keadaan, perubahan keimanan tidak mempengaruhi kewajiban kekal, yaitu pengabdian kepada orang lain. Pemeluk semua agama dalam segala keadaan mengabdi kepada seseorang. Jadi, bila dikatakan bahwa kita menjadi anggota sekte tertentu, itu tidak berarti mengakui sanātana-dharma kita. Pengabdian adalah sanātana-dharma.

Sebenarnya kita mempunyai hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam pengabdian. Tuhan Yang Maha Esa adalah kepribadian paling utama yang menikmati, dan kita para makhluk hidup adalah hamba-hamba Beliau. Kita diciptakan untuk kenikmatan Beliau, dan kalau kita ikut dalam kenikmatan yang kekal itu bersama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, kita berbahagia. Kita tidak dapat berbahagia dengan cara lain. Tidak mungkin kita berbahagia sendiri-sendiri, seperti halnya tiada anggota badan yang dapat berbahagia tanpa bekerjasama dengan perut. Tidak mungkin makhluk hidup berbahagia tanpa mengabdikan diri secara rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan cinta-bhakti.

Dalam Bhagavad-gītā, sembahyang atau pengabdian diri kepada dewa tidak dianjurkan. Dinyatakan dalam Bab Tujuh, ayat kedua puluh:

kāmais tais tair hṛta-jñānāḥ
prapadyante 'nya-devatāḥ
taḿ taḿ niyamam āsthāya
prakṛtyā niyatāḥ svayā

"Orang yang kecerdasannya sudah dicuri oleh keinginan material menyerahkan diri kepada para dewa dan mengikuti aturan dan peraturan sembahyang tertentu, menurut sifat-sifatnya masing-masing."

Di sini dinyatakan dengan jelas bahwa orang yang diatur oleh hawa nafsu menyembah para dewa dan tidak menyembah Tuhan Yang Maha Esa, Śrī Kṛṣṇa. Apabila kita menyebut nama Kṛṣṇa, kita tidak menyebutkan nama yang dimiliki oleh suatu sekte. Kṛṣṇa berarti kebahagiaan tertinggi, dan memang Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber atau gudang segala kebahagiaan. Kita semua ingin berbahagia. Ānanda-mayo 'bhyāsāt (Vedanta-sutra 1.1.12). Tuhan Yang Maha Esa penuh kesadaran, para makhluk hidup juga penuh kesadaran dan mereka mencari kebahagiaan. Tuhan Yang Maha Esa bahagia untuk selamanya, dan kalau para makhluk hidup mengadakan hubungan dengan Beliau, maka mereka pun bahagia.

Tuhan turun ke dunia fana ini untuk memperlihatkan kegiatanNya yang penuh kebahagiaan di Vṛndāvana. Waktu Śrī Kṛṣṇa berada di Vṛndāvana, kegiatan Beliau bersama para gembala sapi sebagai kawan-kawanNya, gadis-gadis yang menjadi teman-temanNya, para penduduk Vṛndāvana lainnya dan sapi-sapi, semua sepenuhnya bahagia. Segenap penduduk Vṛndāvana tidak mengetahui sesuatu selain Kṛṣṇa. Tetapi Śrī Kṛṣṇa menasihati ayahNya, Nanda Mahārāja, supaya beliau tidak menyembah dewa Indra, sebab Kṛṣṇa ingin menegaskan bahwa orang tidak diharuskan menyembah dewa. Mereka perlu menyembah Tuhan Yang Maha Esa, sebab tujuan mereka yang paling tinggi ialah kembali ke tempat tinggal Tuhan Yang Maha Esa.

Tempat tinggal Śrī Kṛṣṇa diuraikan dalam Bhagavad-gītā, Bab Lima belas, ayat enam:

na tad bhāsayate sūryo
na śaśāńko na pāvakaḥ
yad gatvā na nivartante
tad dhāma paraṁaḿ mama

"Tempat tinggalKu tidak diterangi oleh matahari, bulan maupun lampu listrik. Siapa pun yang mencapai tempat tinggal itu tidak akan kembali lagi ke dunia ini."

Ayat tersebut menguraikan angkasa yang kekal itu. Tentu saja kita mempunyai gambaran material mengenai angkasa, dan kita memikirkan angkasa berhubungan dengan matahari, bulan, bintang dan sebagainya. Tetapi dalam ayat ini Kṛṣṇa menyatakan bahwa di angkasa rohani yang kekal, matahari, bulan, listrik atau sejenis api tidak diperlukan, sebab angkasa rohani sudah diterangi oleh brahmājyoti atau sinar yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan menghadapi banyak kesulitan kita berusaha mencapai planet-planet yang lain, tetapi tidak sulit memahami tempat tinggal Tuhan Yang Maha Esa. Tempat tinggal Tuhan disebut Goloka. Dalam Brahmā-saṁhitā, Goloka diuraikan secara indah: goloka eva nivasaty akhilātma-bhūtaḥ. Tuhan tinggal di tempat tinggalNya bernama Goloka untuk selamanya, namun Beliau dapat didekati dari dunia ini. Karena inilah Tuhan datang untuk mewujudkan bentukNya yang sejati, yaitu sac-cid-ānanda-vigraha. Waktu Beliau mewujudkan bentuk ini, kita tidak perlu membayangkan bagaimana wajah Beliau. Kṛṣṇa turun dan memperlihatkan DiriNya dalam bentukNya yang asli sebagai Śyāmasundara, supaya orang tidak berangan-angan menurut khayalan mereka sendiri. Sayang sekali, orang yang kurang cerdas mengejek Kṛṣṇa, karena Beliau datang dan bermain bersama kita sebagai seorang manusia. Karena itu, hendaknya kita jangan menganggap Kṛṣṇa manusia biasa. Kṛṣṇa memperlihatkan DiriNya dalam bentukNya yang sejati di hadapan kita dan memperlihatkan kegiatanNya yang sama persis seperti yang ditemukan di tempat tinggal Beliau. Ini semua terjadi karena Kemahakuasaan Beliau.

Ada planet-planet yang jumlahnya tidak terbilang yang mengambang dalam sinar-sinar angkasa rohani yang berseri. Brahmājyoti berasal dari tempat tinggal yang paling utama, yaitu Kṛṣṇaloka, dan planet-planet anandamaya-cinmaya yang tidak bersifat material, mengambang dalam sinar-sinar itu. Kṛṣṇa bersabda, na tad bhāsayate sūryo na śaśāṅko na pāvakaḥ/ yad gatvā na nivartante tad dhāma paramaṁ mama. Orang yang dapat mendekati angkasa rohani itu tidak perlu turun lagi ke angkasa dunia ini. Di angkasa dunia ini, kalau kita mendekati planet yang paling tinggi (Brahmāloka), apalagi mendekati bulan, kita akan menemukan keadaan hidup yang sama, yaitu; kelahiran, kematian, penyakit dan usia tua. Tiada suatu planet pun di alam semesta ini yang bebas dari empat prinsip kehidupan material tersebut.

Para makhluk hidup berkelana dari satu planet ke planet yang lain, tetapi kita tidak dapat pergi ke planet mana pun sesuai dengan kehendak kita hanya dengan memakai mesin-mesin. Kalau kita ingin pergi ke planet lain, ada proses untuk pergi ke sana. Ini juga disebutkan: yānti deva-vratā devān pitṟn yānti pitṛ-vratāḥ. Rakitan mesin tidak diperlukan kalau kita ingin mengadakan perjalanan antar planet. Dalam Bhagavad-gītā diajarkan: yānti deva-vratā devān. Bulan, matahari dan planet-planet yang lebih tinggi disebut svargaloka. Ada tiga tingkat planet yaitu, susunan planet tingkat tinggi, pertengahan dan rendah. Bumi termasuk susunan planet tingkat pertengahan. Bhagavad-gītā memberikan keterangan bagaimana cara berjalan ke susunan planet yang lebih tinggi (Devaloka) dengan rumus yang sederhana sekali: yānti deva-vratā devān. Seseorang hanya perlu menyembah dewa tertentu dari planet tertentu dan dengan cara demikian dia dapat pergi ke planet itu misalnya bulan, matahari atau salah satu di antara susunan-susunan planet yang lebih tinggi.

Namun Bhagavad-gītā tidak menganjurkan agar kita pergi ke salah satu planet di dunia ini, sebab kalau kita pergi ke planet yang paling tinggi sekalipun, yaitu Brahmāloka, dengan menggunakan sejenis mesin dan mungkin setelah mengadakan perjalanan selama empat puluh ribu tahun (siapakah yang dapat hidup sampai berumur empat puluh ribu tahun?), kita tetap akan menemukan kesulitan material yang berupa kelahiran, kematian, penyakit dan usia tua. Tetapi orang yang ingin mendekati planet yang paling tinggi, yaitu Kṛṣṇaloka, atau planet-planet yang lain di angkasa rohani, tidak akan menemukan kesulitan material seperti itu. Di antara semua planet di angkasa rohani, planet yang paling tinggi bernama Goloka Vṛndāvana, planet asli tempat tinggal Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Śrī Kṛṣṇa. Semua keterangan tersebut diberikan dalam Bhagavad-gītā, dan melalui pelajaran itu kita diberi keterangan tentang bagaimana cara meninggalkan dunia ini dan memulai kehidupan yang sungguh-sungguh berbahagia di angkasa rohani.

Dalam Bab Limabelas dari Bhagavad-gītā, gambaran sebenarnya tentang dunia ini dinyatakan:

ūrdhva-mūlam adhaḥ-śākham
aśvatthaḿ prāhur avyayam
chandāḿsi yasya parṇāni
yas taḿ veda sa veda-vit

Dalam ayat ini dunia fana diuraikan sebagai sebatang pohon dengan akarnya ke atas dan cabangnya ke bawah. Kita pernah melihat bayangan sebatang pohon yang akarnya ke atas; jika seseorang berdiri di tepi sungai atau kolam, dia dapat melihat bayangan pohon-pohon yang terbalik pada permukaan air. Cabang-cabang pohon ke bawah dan akar-akarnya ke atas. Begitu pula, dunia ini adalah bayangan dunia rohani. Dunia material hanyalah bayangan hal-hal yang benar. Di dalam bayangan tidak ada sesuatu yang benar atau padat, tetapi dari bayangan kita dapat mengerti bahwa ada sesuatu yang padat dan benar. Di gurun pasir tidak ada air, namun ada fatamorgana yaitu bayangan udara yang memberikan gambaran bahwa sesuatu yang bernama air seolah-olah betul-betul ada. Di dunia material tidak ada air kebahagiaan, tetapi air kebahagiaan sejati yang sebenarnya ada di dunia rohani.

Kṛṣṇa menganjurkan agar kita mencapai dunia rohani dengan cara berikut (Bg. 15.5):

nirmāna-mohā jita-sańga-doṣā
adhyātma-nityā vinivṛtta-kāmāḥ
dvandvair vimuktāḥ sukha-duḥkha-saḿjñair
gacchanty amūḍhāḥ padam avyayaḿ tat

Padam avyayaḿ atau kerajaan kekal tersebut dapat dicapai oleh orang yang sudah nirmāna-mohā. Apa arti kata nirmāna-mohā? Kita mengejar julukan. Ada orang yang ingin menyandang gelar, ada yang ingin menjadi presiden atau orang kaya atau raja atau sesuatu yang lain. Selama kita masih terikat terhadap julukan seperti ini, kita terikat dengan badan, sebab julukan itu di-miliki oleh badan. Tetapi diri kita bukan badan, dan menyadari hal ini merupakan tahap pertama dalam keinsafan rohani. Kita berhubungan dengan tiga sifat alam, tetapi kita harus melepaskan ikatan itu melalui bhakti kepada Tuhan. Kalau kita tidak terikat terhadap bhakti kepada Tuhan, kita tidak dapat melepaskan ikatan terhadap sifat-sifat alam. Julukan dan ikatan disebabkan oleh nafsu dan keinginan kita, yaitu keinginan di dalam hati kita untuk berkuasa atas alam material ini. Kalau kita belum melepaskan kecenderungan untuk berkuasa atas alam, maka tidak mungkin kita kembali ke kerajaan Tuhan, yaitu sanātana-dhama. Kerajaan kekal itu, yang tidak pernah musnah, dapat didekati oleh orang yang tidak dibingungkan oleh daya tarik kenikmatan material yang palsu, orang yang mantap dalam bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang mantap seperti itu dengan mudah dapat mendekati tempat tinggal yang paling utama itu. Dalam Bhagavad-gītā Bab Delapan ayat dua puluh satu dinyatakan:

avyakto 'kṣara ity uktas
tam āhuḥ paraṁāḿ gatim
yaḿ prāpya na nivartante
tad dhāma paraṁaḿ mama

Avyakta berarti tidak terwujud. Tidak seluruh dunia ini terwujud di hadapan kita. Indria-indria kita kurang sempurna sehingga kita tidak dapat melihat semua bintang yang ada di alam semesta ini. Dalam Kitab-kitab Veda kita memperoleh banyak keterangan tentang semua planet, dan kita boleh percaya ataupun tidak. Semua planet yang penting ada diuraikan dalam kesusasteraan Veda, khususnya dalam Śrīmad-Bhāgavatam. Dunia rohani, di luar angkasa dunia ini, diuraikan sebagai avyakta atau tidak terwujud. Hendaknya orang ingin dan berhasrat mencapai kerajaan yang paling utama itu, sebab apabila seseorang mencapai kerajaan itu, ia tidak harus kembali lagi ke dunia material ini.

Kemudian, dapat ditanyakan bagaimana cara seseorang dapat mendekati tempat tinggal Tuhan Yang Maha Esa. Keterangan mengenai hal ini diberikan dalam Bab Delapan. Dalam Bab Delapan dinyatakan:

anta-kāle ca mām eva
smaran muktvā kalevaram
yaḥ prayāti sa mad-bhāvaḿ
yāti nāsty atra saḿśayaḥ

"Siapa pun yang meninggalkan badannya, pada saat ajalnya, sambil ingat kepada-Ku, akan segera mencapai alamKu; kenyataan ini tidak dapat diragu-ragukan" (Bg. 8.5).

Orang yang berpikir tentang Kṛṣṇa pada saat meninggal akan pergi kepada Kṛṣṇa. Orang harus mengingat bentuk Kṛṣṇa; kalau dia meninggalkan badannya sambil memikirkan bentuk ini, ia pasti mendekati kerajaan rohani. Mad-bhāvaḿ menunjukkan sifat utama Insan Yang Paling Utama. Insan Yang Paling Utama adalah sac-cid-ānanda-vigraha—yaitu, bentuk Beliau kekal, penuh pengetahuan dan kebahagiaan. Badan yang kita miliki sekarang ini bukan sac-cid-ānanda. Badan ini adalah asat, bukan sat. Badan ini tidak kekal, melainkan dapat dimusnahkan. Badan ini tidak cid, penuh pengetahuan, melainkan penuh kebodohan. Kita tidak mempunyai pengetahuan tentang kerajaan rohani ataupun pengetahuan sempurna mengenai dunia ini. Di dunia ini banyak hal yang belum kita ketahui. Badan juga bersifat nirānanda, yang berarti badan ini tidak penuh kebahagiaan melainkan penuh kesengsaraan. Semua kesengsaraan yang kita alami di dunia ini berasal dari badan. Tetapi orang yang meninggalkan badan ini sambil berpikir tentang Śrī Kṛṣṇa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, akan segera mencapai badan yang bersifat sac-cid-ananda.

Cara meninggalkan badan dan mendapat badan lain di dunia ini juga diatur. Seseorang meninggal setelah diputuskan jenis badan mana yang harus dimilikinya dalam penjelmaannya yang akan datang. Penguasa-penguasa yang lebih tinggi mengambil keputusan tersebut, bukan makhluk hidup sendiri yang mengambil keputusan itu. Menurut kegiatan kita dalam kehidupan ini, kita akan naik atau tenggelam. Kehidupan sekarang ini merupakan persiapan untuk penjelmaan yang akan datang. Karena itu, kalau kita dapat mempersiapkan diri dalam kehidupan ini untuk naik tingkat sampai ke kerajaan Tuhan, maka setelah meninggalkan badan jasmani ini, pasti kita mencapai badan rohani seperti badan Tuhan.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, ada berbagai jenis rohaniwan yaitu, brahmā-vadi, paramātmā-vadi, dan penyembah. Sebagaimana disebutkan, di brahmājyoti (angkasa rohani) ada planet-planet rohani yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Jumlah planet-planet di angkasa rohani jauh lebih banyak daripada semua planet yang ada di dunia ini. Diperkirakan bahwa dunia ini hanya seperempat ciptaan (ekāṁśena sthito jagat). Di bagian material ini ada berjuta-juta dan bermilyar-milyar alam semesta dengan bertrilyun-trilyun planet dan matahari, bintang dan bulan. Tetapi seluruh ciptaan alam material ini hanyalah sebagian kecil saja dari seluruh ciptaan. Sebagian besar ciptaan ada di angkasa rohani. Orang yang ingin menunggal dalam keberadaan Brahmān Yang Paling Utama segera dipindahkan ke brahmājyoti oleh Tuhan Yang Maha Esa, dan dengan demikian ia mencapai angkasa rohani. Seorang penyembah yang ingin menikmati hubungannya dengan Tuhan memasuki planet-planet Vaikuntha yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Tuhan Yang Maha Esa dalam penjelmaan-penjelmaanNya yang berkuasa penuh sebagai Nārāyana yang bertangan empat dengan banyak nama seperti Pradyumna, Aniruddha, Govinda, dan lain-lain, mengadakan kegiatan serta hubungan dengan penyembah-penyembah tersebut di sana. Karena itu, pada akhir kehidupan, para rohaniwan berpikir tentang brahmājyoti, Paramātmā, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Śrī Kṛṣṇa. Dalam segala keadaan, mereka masuk angkasa rohani, tetapi hanya seorang penyembah, atau orang yang sudah mengadakan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa, dapat memasuki planet-planet Vaikuntha atau planet Goloka Vṛndāvana. Selanjutnya Śrī Kṛṣṇa menambahkan, "Kenyataan ini tidak dapat diragukan." Kenyataan ini harus dipercaya dengan penuh keyakinan. Hendaknya kita jangan menolak sesuatu yang tidak cocok dengan imajinasi kita; hendaknya sikap kita seperti sikap Arjuna, "Hamba percaya pada segala sesuatu yang sudah Anda sabdakan." Karena itu, apabila Śrī Kṛṣṇa mengatakan bahwa pada saat meninggal siapa pun yang ingat kepada Beliau sebagai Brahmān atau Paramātmā atau sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa pasti masuk angkasa rohani, pernyataan itu tidak dapat diragu-ragukan. Tiada soal tidak percaya terhadap kenyataan itu.

Dalam Bhagavad-gītā juga dijelaskan tentang prinsip umum yang memungkinkan kita memasuki kerajaan rohani hanya dengan cara berpikir tentang Yang Mahakuasa pada saat meninggal (Bg. 8.6):

yaḿ yaḿ vāpi smaran bhāvaḿ
tyajaty ante kalevaram
taḿ tam evaiti kaunteya
sadā tad-bhāva-bhāvitaḥ

"Keadaan mana pun yang diingat seseorang pada saat meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang, pasti keadaan itulah yang akan dicapainya dalam penjelmaannya yang akan datang."

Pertama-tama kita harus mengerti bahwa alam material merupakan perwujudan salah satu di antara tenaga-tenaga Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Viṣṇu Purāṇa(6.7.61) seluruh tenaga Tuhan Yang Maha Esa diuraikan:

viṣṇu-śaktiḥ parā proktā
kṣetra-jñākhyā tathā parā
avidyā-karma-saḿjñānyā
tṛtīyā śaktir iṣyate
[CC. Madhya 6.154]

Tuhan Yang Maha Esa memiliki berbagai tenaga yang jumlahnya tidak dapat dihitung di luar jangkauan kita; akan tetapi, para resi yang mulia dan bijaksana atau roh-roh yang sudah mencapai pembebasan, sudah mempelajari tenaga-tenaga Tuhan Yang Maha Esa dan menganalisis tenaga-tenaga itu menjadi tiga bagian. Semua tenaga tersebut adalah Viṣṇu-sakti; yaitu, berbagai kekuatan Śrī Viṣṇu. Tenaga pertama adalah para, yang berarti melampaui hal-hal duniawi. Para makhluk hidup juga termasuk tenaga utama, sebagaimana dijelaskan di atas. Tenaga-tenaga lain atau tenaga-tenaga material berada dalam kebodohan. Pada saat meninggal, kita dapat menetap dalam tenaga rendah dunia material, atau kita dapat berpindah ke tenaga dunia rohani. Karena itu, dalam Bhagavad-gītā dinyatakan:

yaḿ yaḿ vāpi smaran bhāvaḿ
tyajaty ante kalevaram
taḿ tam evaiti kaunteya
sadā tad-bhāva-bhāvitaḥ

"Keadaan mana pun yang diingat seseorang pada saat meninggalkan badan yang dimilikinya sekarang, pasti keadaan itulah yang akan dicapainya dalam penjelmaannya yang akan datang."

Dalam kehidupan ini kita biasanya memikirkan tenaga material atau memikirkan tenaga rohani. Bagaimana cara kita dapat mengalihkan pikiran kita dari tenaga material ke tenaga rohani? Ada banyak kesusasteraan yang mengisi pikiran kita dengan tenaga material—koran, novel, majalah dan lain sebagainya. Pikiran kita, yang saat ini tekun merenungkan kesusasteraan tersebut, harus diarahkan ke kesusasteraan Veda. Karena itu, para resi yang mulia sudah menyusun begitu banyak kesusasteraan Veda, misalnya Purāṇa-purāṇa. Purāṇa-purāṇa bukanlah dongeng; Purāṇa-purāṇa adalah khazanah sejarah. Dalam Caitanya-caritāmṛta (Madhya 20.122) terdapat ayat berikut:

māyā-mugdha jīvera nāhi svataḥ kṛṣṇa-jñāna
jīvere kṛpāya kailā kṛṣṇa veda-purāṇa

Para makhluk hidup yang sering lupa atau roh-roh yang terikat sudah melupakan hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dan mereka terikat dalam memikirkan kegiatan duniawi. Hanya untuk memindahkan daya pikir mereka ke angkasa rohani, Kṛṣṇa-dvaipayana Vyāsa sudah memberikan banyak kesusasteraan Veda. Pertama-tama beliau membagi Veda menjadi empat, kemudian menjelaskan Purāṇa-Purāṇa, dan untuk orang yang kurang ahli dalam mengerti Veda, beliau menyusun Mahābhārata. Bhagavad-gītā disisipkan di dalam Mahābhārata. Kemudian semua kesusasteraan Veda diringkas dalam Vedanta-sutra, dan untuk membimbing orang pada masa yang akan datang, beliau memberikan ulasan yang wajar tentang Vedanta-sutra, yang berjudul Śrīmad-Bhāgavatam. Kita harus selalu tekun membaca kesusasteraan Veda tersebut. Seperti halnya orang duniawi sibuk membaca koran, majalah dan begitu banyak kesusasteraan yang bersifat materialis, begitu juga kita harus mengalihkan bacaan kita ke kesusasteraan tersebut yang diberikan kepada kita oleh Vyāsadeva; dengan cara demikian akan dimungkinkan kita ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa pada saat meninggal. Itulah satu-satunya cara yang dianjurkan oleh Kṛṣṇa, dan Beliau menjamin hasilnya. "Tidak dapat diragukan."

tasmāt sarveṣu kāleṣu
mām anusmara yudhya ca
mayy arpita-mano-buddhir
mām evaiṣyasy asaḿśayaḥ

"Wahai Arjuna, karena itu hendaknya engkau selalu berpikir tentangKu, dalam bentuk Kṛṣṇa, dan pada waktu yang sama engkau harus melanjutkan tugas kewajibanmu, yaitu bertempur. Dengan kegiatanmu kau persembahkan kepadaKu, dan pikiran serta kecerdasanmu kau pusatkan kepadaKu, tidak dapat diragukan bahwa engkau akan mencapai kepadaKu." (Bg. 8.7).

Kṛṣṇa tidak menasihati Arjuna agar dia hanya ingat kepada Kṛṣṇa dan meninggalkan mata pencahariannya. Tidak, Kṛṣṇa tidak pernah menganjurkan sesuatu yang tidak praktis. Di dunia ini, orang harus bekerja untuk memelihara badannya. Masyarakat manusia dibagi menjadi empat bagian susunan masyarakat menurut pekerjaannya—yaitu, brāhmaṇa, kṣatriya, vaiśya, śūdra. Golongan brahmāna atau golongan cerdas bekerja dengan suatu cara, golongan kṣatriya atau golongan administrator bekerja dengan cara yang lain, dan golongan pedagang dan buruh semua mengurus tugas-tugasnya masing-masing. Dalam masyarakat manusia, baik seseorang menjadi buruh, pedagang, administrator, petani maupun anggota golongan tertinggi sebagai sastrawan, ilmuwan atau pemuka agama, ia harus bekerja untuk memelihara kehidupannya. Karena itu, Kṛṣṇa memberitahukan kepada Arjuna bahwa Arjuna tidak perlu meninggalkan mata pencahariannya, tetapi selama dia sibuk dalam tugas kewajibannya, hendaknya dia ingat kepada Kṛṣṇa (mam anusmara). Kalau dia tidak melatih diri untuk ingat kepada Kṛṣṇa selama ia berjuang untuk hidup, maka tidak mungkin dia ingat kepada Kṛṣṇa pada saat meninggal. Śrī Caitanya juga menganjurkan prinsip ini. Śrī Caitanya bersabda, kīrtanīyaḥ sadā hariḥ. "Hendaknya orang berlatih agar dapat ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan cara memuji nama-nama suci Tuhan Yang Maha Esa setiap waktu." Nama Tuhan dan Tuhan Sendiri tidak berbeda. Demikian ajaran Śrī Kṛṣṇa kepada Arjuna agar Arjuna "ingat kepadaKu" dan ajaran Śrī Caitanya agar kita "selalu memuji nama-nama Śrī Kṛṣṇa" adalah ajaran yang sama. Tidak ada perbedaan, sebab Kṛṣṇa dan nama Kṛṣṇa tidak berbeda. Dalam status mutlak, tidak ada perbedaan antara yang ditunjukkan dan yang menunjukkan. Karena itu, kita harus berlatih agar kita ingat kepada Tuhan senantiasa, dua puluh empat jam sehari, dengan memuji nama-nama Beliau dan membentuk kegiatan kehidupan kita dengan cara supaya kita ingat kepada Beliau senantiasa.

Bagaimana mungkin hal itu dilakukan? Para ācārya mengemukakan contoh sebagai berikut. Jika seorang wanita yang sudah menikah tertarik pada seorang laki-laki lain yang bukan suaminya, ataupun seorang suami tertarik terhadap wanita lain, yang bukan isterinya, maka ikatan itu dianggap sangat kuat. Orang yang mempunyai ikatan seperti itu selalu memikirkan kekasihnya. Seorang wanita yang memikirkan kekasihnya terus menerus selalu mencari kesempatan untuk berjumpa dengan dia, bahkan selama melakukan tugas-tugas rumah tangganya sekalipun. Malah ia melakukan tugas-tugas rumah tangganya dengan lebih teliti lagi agar suaminya tidak curiga terhadap ikatan isterinya terhadap orang lain. Begitu pula, hendaknya kita selalu ingat kepada Kekasih Yang Paling utama, yaitu Śrī Kṛṣṇa, dan sekalian melakukan tugas material kita dengan baik sekali. Dalam hal ini rasa cinta-bhakti yang kuat dibutuhkan. Kalau kita mempunyai cinta-bhakti yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kita dapat melaksanakan tugas kewajiban kita dan ingat pada Tuhan Yang Maha Esa pada waktu yang sama. Tetapi kita harus mengembangkan rasa cinta-bhakti itu. Misalnya, Arjuna selalu berpikir tentang Kṛṣṇa, dia menemani Kṛṣṇa senantiasa dan sekaligus Arjuna menjadi kṣatriya. Kṛṣṇa tidak menasihati Arjuna agar dia meninggalkan pertempuran dan pergi ke hutan untuk bersemadi. Waktu Śrī Kṛṣṇa menguraikan sistem yoga kepada Arjuna, Arjuna mengatakan bahwa dia tidak mungkin mempraktekkan sistem itu.

arjuna uvāca
yo 'yaḿ yogas tvayā proktaḥ
sāmyena madhusūdana
etasyāhaḿ na paśyāmi
cañcalatvāt sthitiḿ sthirām

Arjuna berkata, "O Madhusūdana, sistem yoga yang telah Anda ringkas kelihatannya kurang praktis dan hamba tidak tahan melakukannya, sebab pikiran ini gelisah dan tidak mantap." (Bg. 6.33)

Tetapi Śrī Kṛṣṇa bersabda,

yogīnām api sarveṣāḿ
mad-gatenāntarātmanā
śraddhāvān bhajate yo māḿ
sa me yuktatamo mataḥ

"Di antara semua yogī, orang yang mempunyai keyakinan yang kuat dan selalu tinggal di dalam DiriKu, berpikir tentangKu di dalam dirinya, dan mengabdikan diri kepadaKu dalam cinta-bhakti rohani, sudah bersatu denganKu dalam yoga dengan cara yang paling dekat, dan dialah yang paling tinggi di antara semuanya. Itulah pendapatKu" (Bg. 6.47).

Jadi, orang yang selalu berpikir tentang Tuhan Yang Maha Esa adalah yogī yang paling hebat dan jñānī yang paling maju, serta penyembah yang paling mulia pada waktu yang sama. Selanjutnya Kṛṣṇa memberitahukan kepada Arjuna bahwa sebagai seorang kṣatriya, Arjuna tidak dapat meninggalkan pertempuran, tetapi kalau Arjuna bertempur sambil ingat kepada Kṛṣṇa, Arjuna akan sanggup ingat kepada Kṛṣṇa pada saat meninggal. Tetapi orang harus menyerahkan diri sepenuhnya dalam cinta-bhakti rohani kepada Tuhan.

Kita tidak hanya bekerja dengan badan, tetapi sebenarnya kita juga bekerja dengan pikiran dan kecerdasan. Jadi, kalau kecerdasan dan akal selalu berpikir tentang Tuhan Yang Maha Esa, maka sewajarnya indria-indria pun dijadikan tekun dalam bhakti kepada Beliau. Sekurang-kurangnya secara lahiriah kegiatan indria-indria tetap sama, tetapi kesadaran diubah. Bhagavad-gītā mengajarkan orang bagaimana cara menjadikan akal dan kecerdasan tekun berpikir tentang Tuhan dengan khusuk. Berpikir tentang Tuhan dengan khusuk akan memungkinkan seseorang memindahkan dirinya ke kerajaan Tuhan. Kalau pikiran dijadikan tekun dalam bhakti kepada Kṛṣṇa, maka indria-indria dengan sendirinya dijadikan tekun dalam bhakti kepada Beliau. Inilah ilmunya dan ini pula rahasia Bhagavad-gītā: Tekun berpikir tentang Śrī Kṛṣṇa dengan sepenuh hati.

Manusia pada jaman modern sudah berjuang dengan keras sekali untuk mencapai bulan, tetapi manusia belum berusaha begitu keras untuk meningkatkan martabat dirinya secara rohani. Kalau sisa kehidupan seseorang masih tinggal lima puluh tahun, sekurang-kurangnya dia harus menggunakan waktu yang singkat itu untuk mengembangkan latihan ini, yaitu ingat kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Latihan tersebut adalah latihan bhakti sebagai berikut:

śravaṇaḿ kīrtanaḿ viṣṇoḥ
smaraṇaḿ pāda-sevanam
arcanaḿ vandanaḿ dāsyaḿ
sakhyam ātma-nivedanam
(Śrīmad-Bhāgavatam 7.5.23)

Sembilan cara tersebut akan mengalihkan pikiran orang hingga ia dapat berpikir tentang Kepribadian Yang Paling Utama. Di antara sembilan cara tersebut, yang paling mudah ialah sravanam, yang berarti mendengar Bhagavad-gītā dari orang yang sudah insaf akan dirinya. Proses ini akan mengalihkan pikiran orang sampai ia dapat berpikir tentang Tuhan Yang Maha Esa, dan akan memungkinkan ia mencapai badan rohani yang cocok untuk mengadakan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa pada saat ia meninggalkan badannya.

Selanjutnya Kṛṣṇa bersabda,

abhyāsa-yoga-yuktena
cetasā nānya-gāminā
paraṁaḿ puruṣaḿ divyaḿ
yāti pārthānucintayan

"Orang yang bersemadi kepadaKu sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan pikirannya senantiasa tekun ingat kepadaKu, dan tidak pernah menyimpang dari jalan itu, dialah yang pasti sampai kepadaKu, wahai Arjuna." (Bg. 8.8).

Proses tersebut bukanlah cara yang sulit sekali. Akan tetapi, orang harus mempelajari cara ini dari orang yang berpengalaman, tad vijñānārthaṁ sa gurum evābhigacchet: Seseorang harus mendekati orang yang sudah mantap dalam mempraktekkan cara ini. Pikiran selalu terbang ke sana ke mari, tetapi seseorang harus berlatih untuk memusatkan pikiran pada bentuk Tuhan Yang Maha Esa Śrī Kṛṣṇa atau kepada getaran nama Kṛṣṇa. Sewajarnya pikiran gelisah, lari ke sana ke mari, tetapi pikiran dapat dimantapkan dalam getaran suara Kṛṣṇa. Jadi, seseorang harus bersemadi kepada paraṁam puruṣam, Kepribadian Yang Paling Utama, dan dengan demikian, mencapai kepada Beliau. Cara-cara dan sarana untuk mencapai keinsafan yang paling tinggi, yaitu tujuan tertinggi yang dapat dicapai, ditanyakan dalam Bhagavad-gītā, dan pintu gerbang pengetahuan ini terbuka bagi semua orang. Tiada seorang pun yang tidak diperbolehkan ikut. Semua golongan manusia dapat mendekati Tuhan Yang Maha Esa dengan cara berpikir tentang Beliau, sebab semua orang dapat mendengar dan memikirkan Beliau.

Selanjutnya Kṛṣṇa bersabda (Bg. 9.32-33),

māḿ hi pārtha vyapāśritya
ye 'pi syuḥ pāpa-yonayaḥ
striyo vaiśyās tathā śūdrās
te 'pi yānti parāḿ gatim
kiḿ punar brāhmaṇāḥ puṇyā
bhaktā rājarṣayas tathā
anityam asukhaḿ lokam
imaḿ prāpya bhajasva mām

Kṛṣṇa menyatakan bahwa pedagang, seorang wanita yang sudah merosot, buruh atau manusia pada tingkat hidup yang paling rendah sekalipun dapat mencapai kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang tidak memerlukan kecerdasan yang sudah berkembang sampai tingkat tinggi untuk itu. Yang dimaksud ialah bahwa siapa pun yang mengakui prinsip bhakti-yoga dan mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai summum bonum dalam kehidupan, yaitu tujuan atau sasaran tertinggi, dapat mendekati Tuhan Yang Maha Esa di angkasa rohani. Kalau seseorang mulai mengikuti prinsip-prinsip yang dinyatakan di dalam Bhagavad-gītā, ia dapat menyempurnakan kehidupannya dan menemukan penyelesaian sempurna atas segala masalah hidup. Inilah inti dan hekekat seluruh Bhagavad-gītā.

Akhir kata, Bhagavad-gītā adalah kesusasteraan rohani yang harus dibaca dengan teliti sekali. Gītā-śāstram idaṁ puṇyaṁ yaḥ paṭhet prayataḥ pumān. Kalau seseorang mengikuti ajaran Bhagavad-gītā sebagaimana mestinya, ia dapat dibebaskan dari segala kesengsaraan dan kecemasan hidup. Viṣṇoḥ padam avāpnoti bhaya-śokādi-varjitaḥ. Ia akan dibebaskan dari segala rasa takut dalam hidup ini, dan penjelmaannya yang akan datang akan bersifat rohani. (Gita-mahatmya 1)

Ada juga keuntungan lain lagi:

gītādhyāyana-śīlasya
prāṇāyama-parasya ca
naiva santi hi pāpāni
pūrva-janma-kṛtāni ca

"Kalau seseorang membaca Bhagavad-gītā dengan tulus ikhlas dan serius, maka segala reaksi perbuatannya yang salah dari dahulu tidak akan bereaksi lagi terhadap dirinya" (Gita-mahatmya 2).

Pada bagian terakhir Bhagavad-gītā, Śrī Kṛṣṇa menyatakan dengan suara yang menggema sekali:

sarva-dharmān parityajya
mām ekaḿ śaraṇaḿ vraja
ahaḿ tvāḿ sarva-pāpebhyo
mokṣayiṣyāmi mā śucaḥ

"Tinggalkanlah segala jenis dharma dan hanya menyerahkan diri kepadaKu. Aku akan menyelamatkan engkau dari segala reaksi dosa. Jangan takut" (Bg. 18.66). Jadi, Tuhan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orang yang menyerahkan diri kepada Beliau, dan Beliau meluputkan mereka dari segala reaksi dosa.

maline mocanaḿ puḿsāḿ
jala-snānaḿ dine dine
sakṛd gītāmṛta-snānaḿ
saḿsāra-mala-nāśanam

"Orang dapat membersihkan badannya setiap hari dengan cara mandi di dalam air, tetapi kalau seseorang mandi sekali saja dalam air suci Gangga Bhagavad-gītā maka hal-hal yang kotor dari kehidupan materialnya dimusnahkan samasekali." (Gita-mahatmya 3)

gītā su-gītā kartavyā
kim anyaiḥ śāstra-vistaraiḥ
yā svayaḿ padmanābhasya
mukha-padmād viniḥsṛtā

"Oleh karena Bhagavad-gītā adalah sabda Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, orang tidak harus membaca kesusasteraan Veda lainnya. Orang hanya perlu membaca dan mendengar Bhagavad-gītā dengan segala perhatian secara teratur. Pada jaman ini, manusia begitu sibuk dengan kegiatan duniawi sehingga tidak mungkin mereka membaca semua kesusasteraan Veda. Tetapi ini tidak diharuskan. Buku yang satu ini, yakni Bhagavad-gītā sudah cukup, sebab Bhagavad-gītā adalah sabda Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa." (Gita-mahatmya 4)

Dalam Gita-mahatmya dinyatakan:

bhāratāmṛta-sarvasvaḿ
viṣṇu-vaktrād viniḥsṛtam
gītā-gańgodakaḿ pītvā
punar janma na vidyate

"Orang yang meminum air Gangga pasti akan mencapai pembebasan, apalagi orang yang meminum air Bhagavad-gītā. Bhagavad-gītā adalah intisari Mahābhārata dan sabda Śrī Kṛṣṇa Sendiri, Viṣṇu yang asli" (Gita-mahatmya 5).

Bhagavad-gītā adalah sabda dari bibir Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, dan dikatakan bahwa sungai Gangga berasal dari kaki-padma Tuhan Yang Maha Esa. Tentu saja, tidak ada perbedaan antara bibir dan kaki Tuhan Yang Maha Esa, tetapi setelah mempelajari hal ini tanpa berat sebelah, kita akan menghargai bahwa Bhagavad-gītā lebih penting lagi daripada air sungai Gangga.

sarvopaniṣado gāvo
dogdhā gopāla-nandanaḥ
pārtho vatsaḥ su-dhīr bhoktā
dugdhaḿ gītāmṛtaḿ mahat

"Gītopaniṣad ini, Bhagavad-gītā, hakekat segala Upaniṣad adalah seperti seekor sapi, dan Śrī Kṛṣṇa, terkenal sebagai seorang anak gembala sapi, sedang memerah susu dari sapi ini. Arjuna adalah bagaikan anak sapi. Orang bijaksana, resi-resi yang mulia dan para menyembah yang murni harus meminum susu abadi Bhagavad-gītā." (Gita-mahatmya 6)

ekaḿ śāstraḿ devakī-putra-gītam
eko devo devakī-putra eva
eko mantras tasya nāmāni yāni
karmāpy ekaḿ tasya devasya sevā

"Saat ini, orang-orang sangat ingin memiliki satu kitab suci, satu Tuhan, satu agama dan satu pekerjaan. Karena itu, ekaṁ śāstraṁ devakī-putra-gītam, biarlah hanya ada satu kitab suci saja, satu kitab suci bersama bagi seluruh dunia—Bhagavad-gītā. Eko devo devakī-putra eva, biarlah hanya ada satu Tuhan bagi seluruh dunia—Śrī Kṛṣṇa. Eko mantras tasya nāmāni, biarlah hanya ada satu nyanyian pujian, satu mantra, satu doa—pengucapan namaNya, Hare Kṛṣṇa, Hare Kṛṣṇa, Kṛṣṇa Kṛṣṇa, Hare Hare / Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare. Karmāpy ekaṁ tasya devasya sevā, dan biarlah hanya ada satu pekerjaan saja—pelayanan bhakti kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa." (Gita-mahatmya 7)

Garis Perguruan Rohani

Evaṁ paramparā-prāptam imaṁ rājarṣayo viduḥ. (Bg. 4.2). Bhagavad-gītā Menurut Aslinya diterima melalui garis perguruan sebagai berikut:

1. Kṛṣṇa
2. Brahmā
3. Nārada
4. Vyāsa
5. Madhva
6. Padmanābha
7. Nṛhari
8. Mādhava
9. Akṣobhya
10. Jaya Tīrtha
11. Jñānasindhu
12. Dayānidhi
13. Vidyānidhi
14. Rājendra
15. Jayadharma
16. Puruṣottama
17. Brahmāṇya Tīrtha
18. Vyāsa Tīrtha
19. Lakṣmīpati
20. Mādhavendra Purī
21. Īśvara Purī, (Nityānanda, Advaita)
22. Śrī Caitanya
23. Rūpa, (Svarūpa, Sanātana)
24. Raghunātha, Jīva
25. Kṛṣṇadāsa
26. Narottama
27. Viśvanātha
28. (Baladeva) Jagannātha
29. Bhaktivinoda
30. Gaurakiśora
31. Bhaktisiddhānta Sarasvatī
32. A. C. Bhaktivedanta Svāmī Prabhupāda